BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia
merupakan salah satu Negara terbesar di asia tenggara dan banyak mempunyai
potensi. Potensi tersebut meliputi sumber daya
alam, badaya, dan sumber daya manusia yang tersebar di 33 provinsi.
Setiap daerah di Indonesia mempunyai petensinya tersendiri seperti Bali.
Pulau
Bali atau yang akrab dipanggil dengan pulau seribu pura merupakan salah satu
daerah tujuan wisata terpopuler di dunia. Keunikan budaya yang menjadi daya
tarik utama bagi wisatawan, ditambah dengan keramahan masyarakatnya membuat
wisatawan merasa nyaman berada di Bali. Selain itu, pulau Bali juga mempunyai
keindahan alam yang tidak kalah dengan keunikan budayanya.
Wisatawan
yang datang ke Bali akan dimanjakan dengan banyaknya objek dan daya tarik
wisata. Masing-masing kabupaten di Bali punya ciri khasnya tersendiri seperti
halnya kabupaten Karangasem yang berada di sebaelah timur pulau Bali. Kabupaten
yang mempunyai banyak kisah-kisah sejarah dan banyak peninggal-peninggalan
bersejarah. Salah satu peninggalan bersejarah yang sangat penting bagi
kabupaten Karangasem dan juga bagi masyarakat Bali yang beragama Hindu yaitu
pura Besakih.
Pura
Besakih adalah pura terbesar di Bali dan berada tepat di sebelah selatan kaki
gunung Agung. Pura yang juga dianggap “Mother of Tample” di Bali merupakan
salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan baik dari dalam negeri
maupun luar negeri. Dan sekarang pura Besakih telah menjadi salah satu Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Namun hal ini juga menimbulkan komplik
baru mengingat pura Besakih merupakan tempat suci bagi masyarakat Bali yang
beragama Hindu.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah
layak pura Besakih sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional?”
1.3
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan pura Besakih sebagai
Kawasan Strategi Pariwisata Nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Pura Besakih
Pura Besakih adalah merupakan
pura terbesar atau induk dari pura -pura yang ada di pulau dewata. Pura
ini terletak di desa Besakih, kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem.
Letak Pura Besakih berada di lereng Barat Daya Gunung Agung pada ketinggian
lebih kurang 1000 meter dari permukaan laut, dan berjarak sekitar kurang lebih
60 km ke arah timur laut dari kota Denpasar Bali. Pura Besakih ini bangun untuk
kesucian umat manusia dan agama Hindu khususnya, Pura Besakih bermakna
filosofis dan awal masuknya ajaran agama Hindu di Bali. Setiap tahunnya saat
bulan purnama upacara Galungan di adakan dengan meriah selama 1 bulan di
Pura ini. Latar belakang pembangunan Pura Besakih yang berada di lereng Gunung
Agung adalah sebagai tempat ibadah dan upacara menyembah Dewa, karena berdasarkan
kepercayaan masyarakat di bali dan umat hindu khususnya di puncak Gunung
Agung terdapat Istana Para Dewata. Komplek Pura Besakih terdiri dari 1 Pura
Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian
dan 17 Pura Lainnya). Di Pura Basukian, di areal inilah pertama kalinya tempat
diterimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Resi Markendya, cikal bakal Agama Hindu
Dharma sekarang di Bali, sebagai pusatnya. Pura Besakih merupakan pusat dari
kegiatan upacara di Bali. Sedangkan Pure terbesar yang ada di area komplek
tersebut dinamakan Pura
Penataran Agung, ada 3 arca yang terdapat di Pura Penataran Agung
simbol dari sifat Tuhan Tri Murti, yaitu
Dewa Brahma, Dewa Wisnudan
Dewa Siwayang merupakan perlambang Dewa
Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur/Reinkarnasi.
Di dalam lontar Padma Bhuana menyebutkan
bahwa pura Besakih sebagai Huluning Bali Rajya. Pura Basukihan adalah hulunya
Pura Puseh di desa pekraman, Pura Dalem Puri adalah hulunya Pura Dalem di desa
pekraman, Pura Ulun Kulkul adalah hulunya Kulkul, dan Pura Banua adalah hulunya
Jineng, linggihnya Dewi Sri. Pura Besakih juga berfungsi sebagai Pura Padma
Bhuana, seperti Pura Gelap (Timur) untuk pemujaan dewa Iswara dan di Bali
bagian timur adalah Pura Lempuyang, Pura Kiduling Kreteg (Selatan) untuk
pemujaan dewa Brahma dan di Bali bagian selatan adalah Pura Andakasa, Pura Ulun
Kulkul (Barat) untuk pemujaan dewa Mahadewa dan di Bali bagian barat adalah
Pura Batukaru, dan Pura Batu Madeg (Utara) untuk pemujaan dewa Wisnu dan di
Bali bagian utara adalah Pura Ulun Danu Beratan.
Pura Besakih menurut lontar Kusuma Dewa merupakan
salah satu dari pura Sad Kahyangan yaitu Pura Lempuyang (Iswara), Pura Goa
Lawah (Maheswara), Pura Batukaru (Mahadewa), Pura Pucak Mangu (Sangkara) dan
Pura Besakih (Sambu). Di samping sebagai salah satu dari pura Sad Kahyangan,
pura Besakih juga sebagai lambang alam bawah dan alam atas. Soring ambal-ambal
terdapat pada Pura Persimpangan, Pura Manik Mas, Pura Bangun Sakti, Pura Goa
Raja, Pura Rambut Sedana, Pura Basukihan, Pura Dalem Puri, Pura Jenggala, Pura
Banua dan Pura Merajan Kanginan. Luhuring ambal-ambal terdapat pada Pura
Penataran Agung Besakih, Pura Batu Madeg, Pura Gelap, Pura Kiduling Kreteg,
Pura Ulun Kulkul, Pura Peninjoan, Pura Tirtha, Pura Pengubengan dan Pura Pasar
Agung
Sebagai gambaran umum menurut cerita,Pura Besakih
dibangun berdasarkan konsep keseimbangan kosmos, baik secara horisontal maupun
vertikal antara alam bawah dan alam atas. Di dinding pura terdapat banyak
pahatan pahatan yang memiliki kisah, makna dan cerita tersendiri tentang
cikal bakal sejarah ajaran Hindu dan keberadaan pura pura tersebut.
Pembangunan pura ini diawali dengan penanaman Panca Datu (lima jenis logam)
yaitu perak, tembaga, besi, mas dan mirah pada sekitar abad ke-8 dengan nama
Pura Basukihan oleh Resi Markandya. Kemudian dengan kedatangan para raja-raja
dan para Resi maka Pura Basukihan semakin berkembang dan menjadi Pura Besakih
yang sekarang. Pada sekitar abad ke-10 dan ke-11, Raja Kesari Warmadewa datang
berkunjung ke Pura Basukihan dan mendirikan Pura Merajan Slonding. Menurut
prasasti Batu Madeg, Mpu Beradah pada masa pemerintahan Raja Erlangga juga
pernah datang ke Besakih. Selain itu, Raja Kresna Kepakisan dan raja-raja
Gelgel juga menaruh perhatian terhadap pemujaan di Pura Besakih. Pada saat itu
untuk pemeliharaan dan pengembangan serta pelaksanaan upacara di Pura Besakih
berada di bawah pengurusan kerajaan Klungkung yang merupakan penguasa
tertinggi.
Masyarakat desa sekitar Pura sebagian besar
bermata pencarian percocok tanam, berdagang dan menjadi pemandu wisata
dengan tidak lupa menjalankan ibadah dan upacara yang telah diwariskan secara
turun temurun dari keluarga mereka agar selalu bersyukur atas berkah yang telah
diberikan oleh sang pencipta dewata yang Agung. Pada saat ini Pure Besakih
ditetapkan oleh pemda Bali sebagai objek ikon kepariwisataan di
Bali dan menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang harus
dikunjungi, dimana pengelolaan, pemeliharaan juga kebersihan Pure tersebut
menjadi tanggung jawab Pemda Bali dan masyarakat sekitar
Bila kita menggunakan kendaraan bermotor, jarak
tempuh menuju Pure Besakih ini memerlukan waktu kira-kira kurang lebih 90 menit
perjalanan dari Denpasar Bali. Selama dalam perjalanan menuju ke pura Besakih
ini, kita akan melihat indahnya panorama pemandangan alam yang indah dan
sejuk nya udara pegunungan. Tersedianya pelataran parkir yang luas untuk
kendaraan bermotor, terdapat pasar yang menjual cindra mata khusus Bali juga
ada public area terdiri dari pendopo toilet dan kamar mandi yang diperuntukan
untuk umum Sesampai di Pura kita diwajibkan membayar tiket/karcis seharga
Rp.12.000, lalu kita akan disambut oleh pemandu wisata yang sudah ada disana,
dan bila kita ingin memasuki area komplek Pure, diwajibkan mengenakan kain
dengan uang sewa Rp. 5000/potong.
Besakih tercatat dalam prasasti
Purana dan lontar sebagai tempat beristananya para dewa. Besakih mempunyai
fungsi paling penting diantara pura-pura lainnya di Pulau Dewata. Peran dan
fungsi yang sangat istimewa, antara lain sebagai Pura “Rwa Bhineda”, “Sad
Kahyangan”, “Padma Bhuana” dan pusat dari segala kegiatan ritual keagamaan.
Pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (tahun 1007), hingga pemerintahan
Raja-raja keturunan Sri Kresna Kepakisan (tahun 1444 dan 1454 Masehi) sangat
menghormati Besakih.
2.2
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL
TAHUN
2010 – 2025
Pasal
10 ayat 2
(2) KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b
ditentukan dengan kriteria:
a. memiliki
fungsi utama pariwisata atau potensi pengembangan pariwisata;
b. memiliki
sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi Daya Tarik Wisata unggulan dan
memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;
c. memiliki
potensi pasar, baik skala nasional maupun khususnya internasional;
d. memiliki
posisi dan peran potensial sebagai penggerak investasi;
e. memiliki
lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan dan keutuhan wilayah;
f. memiliki
fungsi dan peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup;
g. memiliki
fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya,
termasuk di dalamnya aspek sejarah dan kepurbakalaan;
h. memiliki kesiapan
dan dukungan masyarakat;
i. memiliki
kekhususan dari wilayah;
j. berada di
wilayah tujuan kunjungan pasar wisatawan utama dan pasar wisatawan potensial
nasional; dan
k. memiliki potensi kecenderungan produk wisata masa depan.
(3) Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 dilaksanakan secara bertahap dengan kriteria prioritas memiliki:
a. komponen destinasi yang siap untuk
b. posisi dan
peran efektif sebagai penarik investasi yang strategis;
c. posisi
strategis sebagai simpul penggerak sistemik Pembangunan Kepariwisataan di
wilayah sekitar baik dalam konteks regional maupun nasional;
d. potensi
kecenderungan produk wisata masa depan;
e. kontribusi
yang signifikan dan/atau prospek yang positif dalam menarik kunjungan wisatawan
mancanegara dan wisatawan nusantara dalam waktu yang relatif cepat;
f. citra yang
sudah dikenal secara luas;
g. kontribusi
terhadap pengembangan keragaman produk wisata di Indonesia; dan
h. keunggulan daya saing internasional.
Pasal
13
(1) Strategi
untuk perencanaan Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf a meliputi:
a. menyusun
rencana induk dan rencana detail Pembangunan DPN dan KSPN; dan
b. menyusun
regulasi tata bangunan dan tata lingkungan DPN dan KSPN.
(2) Strategi
untuk penegakan regulasi Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf b dilakukan melalui monitoring dan pengawasan oleh Pemerintah
terhadap penerapan rencana detail DPN dan KSPN.
(3) Strategi
untuk pengendalian implementasi rencana Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dilakukan melalui peningkatan koordinasi antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha dan masyarakat.
(4) KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b
ditetapkan dengan Keputusan Presiden
Artikel
Pro Kontra Kawasan Besakih Jadi KSPN
PRO DAN KONTRA berbagai elemen
masyarakat Bali kembali mencuat saat wilayah Besakih, Gunung Agung dan
sekitarnya di Kabupaten Karangasem, Bali, ditetapkan sebagai kawasan strategis pariwisata
nasional (KSPN) mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011.
Kawasan suci Pura
Besakih sebelumnya sekitar tahun 2001 juga sempat diusulkan kepada Badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan (UNESCO) untuk menjadi warisan budaya dunia.
Akibat protes dan
keberatan dari berbagai elemen masyarakat Pulau Dewata, agar kawasan suci Pura
Besakih tidak “diotak-atik”, akhirnya usulan Pemerintah Provinsi Bali melalui
Pemerintah pusat kepada badan dunia itu akhirnya dibatalkan.
Sebagai pengganti
Pura Besakihnya akhirnya diusulkan subak kawasan Catur Angga Batukaru
(Kabupaten Tabanan), kawasan Pura Taman Ayun (Badung), daerah airan sungai
(DAS) Pakerisan (Gianyar) dan Pura Ulundanu Batur (Bangli) sebagai satu
kesatuan yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia (WBD).
Penetapan Besakih,
Gunung Agung dan sekitarnya sebagai KSPN harus disikapi masyarakat dengan bijak
sambil menunggu aturan yang jelas. “Jangan terlalu cepat menghakimi pemerintah
karena memberlakukan KSPN Besakih, karena belum jelas zona mana saja yang akan
masuk sebagai kawasan wisata nasional,” tutur Jero Mangku Subagia, seorang
tokoh masyarakat Bali.
Jika zone kesakralan
Pura Besakih dilanggar, umat Hindu tentu tidak tinggal diam dan pemerintah
untuk itu tentu telah memperhitungkan secara cermat agar tidak merugikan umat.
Oleh sebab itu semua
pihak perlu bersabar sebelum ada kejelasan tentang penetapan KSPN terhadap
kawasan Besakih, ujar Mangku Subagia, yang juga pendiri Yayasan Siwa Murti yang
khusus menggeluti kegiatan spiritual.
Demikian pula
Agustika, seorang warga Banjar Kidulingkreteg Desa Besakih mengharapkan jika
benar kawasan Besakih ditetapkan sebagai KSPN agar tidak sampai merusak tatanan
di tempat suci umat Hindu terbesar di Pulau Dewata.
Pemuda yang sedang
menyelesaikan pendidikan strata dua sastra Bali itu mengingatkan, apa pun yang
dilakukan pemerintah terhadap kawasan Pura Besakih yang positif sebenarnya
tidak masalah.
Masyarakat setempat
selalu berusaha melestarikan segala potensi yang ada di Pura Besakih untuk
kepentingan spiritual sekaligus mendukung sektor pariwisata.
Pelestarian Besakih
dan kawasan sekitarnya memang tanggung jawab masyarakat Besakih, namun tanpa
didukung oleh segnap pengunjung yang datang juga mustahil, karena pariwisata
pasti memberikan dampak nyata untuk masyarakat setempat.
“Namun jangan sampai
karena pariwisata kami menjadi korban bagi kepentingan segelintir orang,” harap
Agustika.
Intrupsi KSPN Sidang
Paripurna DPRD Bali yang mengagendakan jawaban Gubernur Bali Made Mangku
Pastika terhadap pandangan umum Fraksi tentang Ranperda Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2013, diwarnai interupsi anggota Dewan terkait Besakih dijadikan KSPN,
Kamis (26/9).
Anggota Komisi I DPRD
Bali Dewa Nyoman Rai menginterupsi soal kejelasan kawasan Besakih masuk KSPN.
“Interupsi pimpinan. Mohon penjelasan soal kawasan Besakih masuk KNSP,” kata
Dewa Rai.
Jawaban itu sangat
penting jangan sampai polemik Besakih masuk KSPN menjerumuskan Gubernur Bali.
Sebab bukan Pura Besakih tapi kawasan Besakih sebagai KSPN. Ini mohon
diluruskan.
Pihaknya mendukung
Besakih masuk KSPN bahkan mengusulkan agar Besakih menjadi kawasan pariwisata
bertaraf internasional. “Saya usulkan Besakih menjadi kawasan pariwisata
internasional bukan hanya nasional,” ujar politisi PDIP asal Kabupaten
Buleleng.
Hal senada juga
diungkapkan anggota komisi I Made Sumiati penetapan kawasan Besakih menjadi
KSPN harus melakukan kajian mendalam. Karena pihaknya tidak sepakat Besakih
dieksploitasi untuk pariwisata, meskipun Besakih sudah menjadi unsur daya tarik
Wisata (UDTW).
“Kami di Kabupaten
Karangasem sudah ada tatanan kawasan pariwisata. Kalau Besakih itu belum masuk
kawasan pariwisata, baru sebatas UDTW. Jadi secara spiritual dan mengacu aturan
yang ada, bukan Besakih untuk pariwisata, tapi pariwisata untuk Besakih. Ada
ketentuan mana yang boleh-mana yang tidak,” ujar I Made Sumiati, asal pemilihan
Kabupaten Karangasem.
Gubernur Bali Made
Mangku Pastika menjawab intrupsi anggota dewan itu menjelaskan, dari 88 KSPN di
seluruh Indonesia ada 11 KSPN di Bali, salah satunya Besakih sebagaimana diatur
dalam PP Nomor 50 tahun 2011.
Penetapan sebagai
KSPN bukan kawasan Pura Besakih tetapi Besakih dan bentangan Gunung Agung.
“Tidak ada kata-kata Pura Besakih, tapi kawasan Besakih dan bentangan Gunung
Agung sehingga bisa diikembangkan kawasan pariwisata nasional.
Dalam pasal dan ayat
yang ada di PP Nomor 50 Tahun 2011 disebutkan pengembangan KSPN harus
memperhatikan kearifan lokal, lingkungan hidup dan daya dukung wilayah. Tidak
ada yang mengancam sedikit pun kesucian pura dan kawasan suci tersebut.
Gubernur Pastika
membantah usulan Besakih masuk KSPN merupakan usulan dari Pemerintah Provinsi
Bali. Sesungguhnya tidak pernah gubernur mengusulkan Besakih masuk KSPN.
“Saya sudah cek tidak
ada surat usulan itu. Saya juga bingung dari mana dapatkan informasi itu. Saya
harapkan jangan gubernur dijadikan bulan-bulanan,” harap Pastika yang baru saja
dilantik untuk masa jabatan keduanya.
Sementara Kepala
Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Gede Pitana dalam kesempatan terpisah mengatakan, penetapan KSPN
wilayah Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya mengacu pada Peraturan Pemerintah
Nomor 50 Tahun 2011.
Adanya keberatan
beberapa pihak itu tidak harus ditanggapi dengan membatalkan penetapan kawasan
Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya sebagai KSPN. karena perubahan atau
amandemen peraturan perundangan memerlukan prosedur yang sudah baku.
KSPN bisa berbasis
pada tema pengembangan pariwisata alam, budaya termasuk wisata religi dan
spiritual sebagaimana KSPN Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya.
Besakih, selalu
menebar kedamaian bagi masyarakat Pulau Dewata. Umat Hindu Bali meyakini di
pura agung itulah para dewa-dewi bertahta dan turun ke mayapada membebaskan
manusia dari musibah dan bencana.
Karena itu, kesucian
dan kesakralan pura terbesar dan termegah di Pulau Dewata, senantiasa terjaga
hingga sekarang.
Pura yang terletak di
kaki Gunung Agung itu, wilayah Kabupaten Karangasem Bali timur, 80 km timur
Denpasar itu selalu menjadi pusat kegiatan ritual umat Hindu, termasuk upacara
“Betara Turun Kabeh” (dewata turun semua) yang digelar setiap tahun pada
“purnama kedasa” (bulan purnama ke sepuluh).
Kharisma Besakih,
tidak hanya dikagumi umat Hindu di Bali, namun juga wisatawan nusantara dan
mancanegara. Mereka selalu menyempatkan diri untuk bertandang ke Besakih, jika
berlibur Pulau Dewata.
Para peserta kontes
kecantikan “Miss World” wanita terpilih dari 130 negara yang tengah berlangsung
di Bali juga mendapat kesempatan mengunjungi Pura Besakih .
Pura yang terdiri
atas beberapa kompleks bangunan suci yang menjadi satu-kesatuan itu tak
terpisah itu, pondasinya konon dibangun oleh Rsi Markandeya dari India pada
zaman pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (1007 Masehi).
Besakih tercatat
dalam prasasti Purana dan lontar sebagai tempat beristananya para dewa. Besakih
mempunyai fungsi paling penting diantara pura-pura lainnya di Pulau Dewata.
Peran dan fungsi yang
sangat istimewa, antara lain sebagai Pura “Rwa Bhineda”, “Sad Kahyangan”,
“Padma Bhuana” dan pusat dari segala kegiatan ritual keagamaan.
Pemerintahan Raja Sri
Udayana Warmadewa (tahun 1007), hingga pemerintahan Raja-raja keturunan Sri
Kresna Kepakisan (tahun 1444 dan 1454 Masehi) sangat menghormati Besakih.
2.3 Kajian Artikel Berdasarkan Jurnal Ilmiah
Perlu
penjelasan lebih rinci tentang sebatas mana wilayah pura akan dijadikan kawasan
pariwisata. Dilihat dari fungsinya menurut Prof. Drs. I Gusti Gde Ardana, salah
satu fungsi pura adalah untuk Untuk lebih memantapkan dan memasyarakatkan
konsepsi Tri Murti yang telah disepakati sebagai dasar keagamaan di Bali
Tri
Murti tampak pula tercermin di Pura Besakih sebagai Pura Sad Kahyangan Bali. Di
sini jelas tampak kehadiran tiga buah pura yang besar yang penempatannya
berjajar tiga dari Utara ke Selatan. Pura yang paling selatan adalah Pura
Kiduling Kreteg, sebagai stana Dewa Brahma. Pura
Penataran Agung terletak di tengah stana Dewa
Siwa dengan tiga kemahakuasaan yang disebut tri purusa yaitu Paramasiwa,
Sadasiwa dan Siwa dan Pura
Batu Madeg di sebelah Utara sebagai stana
Dewa Wisnu. Stana pemujaan Dewa Siwa di Penataran Agung berbentuk Padma Tiga
dan stana pemujaan Dewa Brahma dan Dewa Wisnu berbentuk Meru bertingkat
sebelas. Apabila ketiga pura tersebut di atas; pura Kiduling Kreteg, Penataran
Agung dan Batu Madeg ditambah dengan dua buah pura lagi yaitu Pura
Gelap dan Pura
Ulun Kulkul masing-masing sebagai penjaga arah
mata angin Timur dan Barat maka lengkap lah penerapan konsep Catur Lokapala.
Pura Gelap tempat memuja Dewa Iswara dan Pura Ulun Kulkul tempat memuja Dewa
Mahadewa.
Dijadikannya
Pura Besakih sebagai KSPN tidak boleh merusak tatanan pura. Tatanan pura dibuat
berdasarkan atas tatanan tata ruang adat-istiadat masyarakat Bali yang sudah
ada sejak dulu. Aturan desa adat (awig-awig), menurut Prof. Drs. I Gusti Gde Ardana, awig-awig mempunyai kedudukan
sebagai stabilisator yang mengatur kegiatan dan aspek kehidupan masyarakat.
Tujuannya ialah agar suasana kehidupan desa menjadi tetap terpelihara secara
serasi dan harmonis dengan ketertiban yang mantap. Apabila dengan penetapan
Pura Basakih sebagai KSPN merubah tatanan pura, hal ini sudah jelas melanggar
awig-awig masyarakat Bali. Secara langsung juga akan mengganggu kehidapan
masyarakat Bali yang sudah serasi dan harmoni dengan tata ruang pura yang
sekarang ini. Menurut I Ketut Adi Mastra, sebagai contoh konsep “apeneleng
agung” dalam bhisama kesucian pura adalah suatu konstruksi (konsep yang absrak)
yang lahir dari tingkat kesucian/keluhuran niat dari pendahulu orang Bali untuk
menjaga keharmonisan. Hal ini menunjukkan bagaimana leluhur orang Bali sangat
menginginkan terciptanya suatu keharmonisan dalam masyarakat Bali meskipun itu
hanya dari segi tata ruang bangunan.
Falsafah Arstektur Tradisional Bali
merupakan penyeimbang, penyelaras, dan integrasi tiga unsur yang merupakan
sumber kesejahteraan (Tri Hita Karana), yaitu (1) ke-Tuhanan (Parahyangan), (2)
manusia sebagai pemakai (Pawongan), dan (3) lingkungan fisik (Palemahan).
Konsepsi keselarasan manusia dengan arsitektur, antara arsitektur dengan
lingkungan baik fisik alami maupun buatan termasuk dalam inti arsitektur,
menurut I Gusti Bagus Oka. Selain mejaga keharmonisan antara manusia,
arsitektur Bali juga menjaga keselarasan antara lingkungan dengan bangunan.
Sehingga meskipun terdapat bangunan pura tidak akan merusak lingkungan.
Sebaliknya jika tata ruang pura Besakih diubah maka akan berdampak pada
lingkungan di sekitar pura.
Susunan tata ruang pura tidak harus
dirubah untuk menjadi suatu objek atau daya tarik wisata. I Ketut Adi Mastra,
jikalau dipilah dalam suatu kajian holistiknya, yang terlibat dalam pedebatan
mengenai kontruksi “apeneleng agung” ini ada 3 (tiga) kelompok dimana wisatawan
dan usahawan (termasuk didalamnya investor) yang menikmati monument fisik ini
(yang lahir dari monument maya) tergabung menjadi kelompok 1, sedangkan para
penjabat pemerintah yang memperkasi aturan dalam suatu poses
pembentukan/pengkaji nilai-nilai tak terukurmenjadi terukur adalah kelompok 2,
pejabat inilah yang banyak peranannya dalam memprakarsai atau yang punya
gagasan dalam suatu bentuk monument aktivitas , sedangkan para ilmuwan, seniman
serta rohaniawan yang banyak berpegang pada sastra suci dan menguasai olah
rasa, olah pikir maupun olah batinnya banyak beberperan dalam
membidanginilai-nilai tak terukur (monument maya) menjadi nilai-nilai terukur
(monument fisik). Tentunya dapat dipahami bilamana seorang wisatawan yang punya
minat besar akan mempelajari secara intens nilai-nilai dari monument maya ini
dan bahkan kemudian punya andil besar dalam mewujudkan monument maya, namun
untuk kondisi seperti ini maka wisatawan yang bersangkutan sudah berpidah
posisi sebagai seniman atau sebagai ilmuwan dalam kelompok 3 diatas. Dalam
perdebatan pura Besakih sebagai KSPN perlu adanya komunikasi yang baik antara 3
(tiga) kelompok yang disebutkan di atas agar ada suatu solusi yang terbaik
untuk menyelisaikan perdebatan ini.
Selain itu, menurut I Ketut Adi
Mastra, kekeliruan tersebut bukanlah menjadi bahan kajian dalam forum ini,
namun yang lebih diharapkan dalam diskusi ini adalah apa makna yg telah/dapat
kita petik dari diskusi ini, ada pun makna dari bhisama kesucian
pura adalah:
1.
Mengayomi semua pikiran-pikiran yang
luhur, niat baik, bertujuan demi kesejahteraan bersama, menjaga keberlangsungan
alam (kontinuitas). Disini berarti boleh ditafsirkan apa saja, dengan satu
landasan yakni niat baik nan luhur secara konsepsi bermakna langit yang
mengayomi (suwung), bermakna jiwanya sebuah kehidupan.
2.
Apapun hasil terjemahan maupun
tafsirnya, semua dijalankan secara berkelanjutan, tidak ragu-ragu, tidak
berubah-ubah dan tidak terpengaruh oleh kondisi-kondisi lainnya (ekonomi,
politik). Secara material dipercaya dan diyakini sebagai materi yang menetap
serta konsisten isinya (bermakna badan-angga sarira).
3.
Pelaksanaannya, memberikan ruang
gerak yang mengikuti hukum alam, ubi ditanam ubi jua dipetik. Cabe ditanam cabe
jua dipetik. Tindakannya (Iakunya) tegas membimbing, mencerahkan serta
mengadili.
Keberadaan pura juga merupakan suatu hal penting didalam
mewujudkan kehidupan masyarakat yang bahagia. Segala bentuk fisik pura
merupakan hal yang bersifat berkelanjutan, baik itu dari segi social, budaya,
ekonomi dan ekologi.
Memang jika dilihat dari penjelasan mengaenai kreteria suatu
kawasan jadikan KSPN, pura Besakih merupakan kawasan yang tepat. Namun jika
dilihat dari sisi social budaya sangat bertentangan apabila kawasan pura,
terutana kawasan yang bersifat sacral dijadikan kawasan pariwisata. Dalam
artikel juga disebutkan tanpa pariwisata kelestarian pura juga tidak akan
terjaga. Hal ini juga ada benarnya karena pariwisata merupakan salah satu media
yang ikut menjaga kelestarian pura Besakih dan membuat pura Besakih dikenal
dunia.
Dengan dijadikannya Pura Besakih sebagai KSPN akan membuat
banyak perubahan apabila tidak dilakukan kajian lebih mendalam akan
batas-batasan yang boleh dijadikan kawasan pariwisata. Perubahan tata ruang dan
yang lainnya akan berdampak langsung pada kebudayan masyarakat Bali meski dari
segi dari sisi sosialnya tidak mengalami perubahan. Namun dengan merubah
tatanan pura akan merubah awig-awig yang dibuat oleh para leluhur orang Bali.
Sebaiknya dilakukan diskusi dari semua pihak yang terkait didalamnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka
diperoleh kesimpulan bahwa Pura Besakih sebagai KSPN masih belum jelas, karena
yang menjadi KSPN adalah kawasan Besakih dan Gunung Agung. Apabila Pura besakih
masuk KSPN maka perlu adanya diskusi dari pihak pemangku kepentingan supaya
tidak terjadik komplik mengenai kawasan pura yang dapat dijadikan sebagai objek
atau daya tarik wisata.
3.2 Saran
Sebaiknya
diadakan diskusi yang melibatkan semua pihak yang terkait dialam penetapan Pura
Besakih sebagai KSPN.
Supaya KSPN dapat berjalan dengan
baik sebaiknya diadakan suatu kajian lebeih mendalam sehingga penerapannya
dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
www.babadbali
.com/pura/pura-kahyangan-tiga-1
ojs.unud.ac.id-index.php/natah/article/view/3023/2181
file.upi.idu/…/makalah_bali.
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia
merupakan salah satu Negara terbesar di asia tenggara dan banyak mempunyai
potensi. Potensi tersebut meliputi sumber daya
alam, badaya, dan sumber daya manusia yang tersebar di 33 provinsi.
Setiap daerah di Indonesia mempunyai petensinya tersendiri seperti Bali.
Pulau
Bali atau yang akrab dipanggil dengan pulau seribu pura merupakan salah satu
daerah tujuan wisata terpopuler di dunia. Keunikan budaya yang menjadi daya
tarik utama bagi wisatawan, ditambah dengan keramahan masyarakatnya membuat
wisatawan merasa nyaman berada di Bali. Selain itu, pulau Bali juga mempunyai
keindahan alam yang tidak kalah dengan keunikan budayanya.
Wisatawan
yang datang ke Bali akan dimanjakan dengan banyaknya objek dan daya tarik
wisata. Masing-masing kabupaten di Bali punya ciri khasnya tersendiri seperti
halnya kabupaten Karangasem yang berada di sebaelah timur pulau Bali. Kabupaten
yang mempunyai banyak kisah-kisah sejarah dan banyak peninggal-peninggalan
bersejarah. Salah satu peninggalan bersejarah yang sangat penting bagi
kabupaten Karangasem dan juga bagi masyarakat Bali yang beragama Hindu yaitu
pura Besakih.
Pura
Besakih adalah pura terbesar di Bali dan berada tepat di sebelah selatan kaki
gunung Agung. Pura yang juga dianggap “Mother of Tample” di Bali merupakan
salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan baik dari dalam negeri
maupun luar negeri. Dan sekarang pura Besakih telah menjadi salah satu Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Namun hal ini juga menimbulkan komplik
baru mengingat pura Besakih merupakan tempat suci bagi masyarakat Bali yang
beragama Hindu.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah
layak pura Besakih sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional?”
1.3
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan pura Besakih sebagai
Kawasan Strategi Pariwisata Nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Pura Besakih
Pura Besakih adalah merupakan
pura terbesar atau induk dari pura -pura yang ada di pulau dewata. Pura
ini terletak di desa Besakih, kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem.
Letak Pura Besakih berada di lereng Barat Daya Gunung Agung pada ketinggian
lebih kurang 1000 meter dari permukaan laut, dan berjarak sekitar kurang lebih
60 km ke arah timur laut dari kota Denpasar Bali. Pura Besakih ini bangun untuk
kesucian umat manusia dan agama Hindu khususnya, Pura Besakih bermakna
filosofis dan awal masuknya ajaran agama Hindu di Bali. Setiap tahunnya saat
bulan purnama upacara Galungan di adakan dengan meriah selama 1 bulan di
Pura ini. Latar belakang pembangunan Pura Besakih yang berada di lereng Gunung
Agung adalah sebagai tempat ibadah dan upacara menyembah Dewa, karena berdasarkan
kepercayaan masyarakat di bali dan umat hindu khususnya di puncak Gunung
Agung terdapat Istana Para Dewata. Komplek Pura Besakih terdiri dari 1 Pura
Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian
dan 17 Pura Lainnya). Di Pura Basukian, di areal inilah pertama kalinya tempat
diterimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Resi Markendya, cikal bakal Agama Hindu
Dharma sekarang di Bali, sebagai pusatnya. Pura Besakih merupakan pusat dari
kegiatan upacara di Bali. Sedangkan Pure terbesar yang ada di area komplek
tersebut dinamakan Pura
Penataran Agung, ada 3 arca yang terdapat di Pura Penataran Agung
simbol dari sifat Tuhan Tri Murti, yaitu
Dewa Brahma, Dewa Wisnudan
Dewa Siwayang merupakan perlambang Dewa
Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur/Reinkarnasi.
Di dalam lontar Padma Bhuana menyebutkan
bahwa pura Besakih sebagai Huluning Bali Rajya. Pura Basukihan adalah hulunya
Pura Puseh di desa pekraman, Pura Dalem Puri adalah hulunya Pura Dalem di desa
pekraman, Pura Ulun Kulkul adalah hulunya Kulkul, dan Pura Banua adalah hulunya
Jineng, linggihnya Dewi Sri. Pura Besakih juga berfungsi sebagai Pura Padma
Bhuana, seperti Pura Gelap (Timur) untuk pemujaan dewa Iswara dan di Bali
bagian timur adalah Pura Lempuyang, Pura Kiduling Kreteg (Selatan) untuk
pemujaan dewa Brahma dan di Bali bagian selatan adalah Pura Andakasa, Pura Ulun
Kulkul (Barat) untuk pemujaan dewa Mahadewa dan di Bali bagian barat adalah
Pura Batukaru, dan Pura Batu Madeg (Utara) untuk pemujaan dewa Wisnu dan di
Bali bagian utara adalah Pura Ulun Danu Beratan.
Pura Besakih menurut lontar Kusuma Dewa merupakan
salah satu dari pura Sad Kahyangan yaitu Pura Lempuyang (Iswara), Pura Goa
Lawah (Maheswara), Pura Batukaru (Mahadewa), Pura Pucak Mangu (Sangkara) dan
Pura Besakih (Sambu). Di samping sebagai salah satu dari pura Sad Kahyangan,
pura Besakih juga sebagai lambang alam bawah dan alam atas. Soring ambal-ambal
terdapat pada Pura Persimpangan, Pura Manik Mas, Pura Bangun Sakti, Pura Goa
Raja, Pura Rambut Sedana, Pura Basukihan, Pura Dalem Puri, Pura Jenggala, Pura
Banua dan Pura Merajan Kanginan. Luhuring ambal-ambal terdapat pada Pura
Penataran Agung Besakih, Pura Batu Madeg, Pura Gelap, Pura Kiduling Kreteg,
Pura Ulun Kulkul, Pura Peninjoan, Pura Tirtha, Pura Pengubengan dan Pura Pasar
Agung
Sebagai gambaran umum menurut cerita,Pura Besakih
dibangun berdasarkan konsep keseimbangan kosmos, baik secara horisontal maupun
vertikal antara alam bawah dan alam atas. Di dinding pura terdapat banyak
pahatan pahatan yang memiliki kisah, makna dan cerita tersendiri tentang
cikal bakal sejarah ajaran Hindu dan keberadaan pura pura tersebut.
Pembangunan pura ini diawali dengan penanaman Panca Datu (lima jenis logam)
yaitu perak, tembaga, besi, mas dan mirah pada sekitar abad ke-8 dengan nama
Pura Basukihan oleh Resi Markandya. Kemudian dengan kedatangan para raja-raja
dan para Resi maka Pura Basukihan semakin berkembang dan menjadi Pura Besakih
yang sekarang. Pada sekitar abad ke-10 dan ke-11, Raja Kesari Warmadewa datang
berkunjung ke Pura Basukihan dan mendirikan Pura Merajan Slonding. Menurut
prasasti Batu Madeg, Mpu Beradah pada masa pemerintahan Raja Erlangga juga
pernah datang ke Besakih. Selain itu, Raja Kresna Kepakisan dan raja-raja
Gelgel juga menaruh perhatian terhadap pemujaan di Pura Besakih. Pada saat itu
untuk pemeliharaan dan pengembangan serta pelaksanaan upacara di Pura Besakih
berada di bawah pengurusan kerajaan Klungkung yang merupakan penguasa
tertinggi.
Masyarakat desa sekitar Pura sebagian besar
bermata pencarian percocok tanam, berdagang dan menjadi pemandu wisata
dengan tidak lupa menjalankan ibadah dan upacara yang telah diwariskan secara
turun temurun dari keluarga mereka agar selalu bersyukur atas berkah yang telah
diberikan oleh sang pencipta dewata yang Agung. Pada saat ini Pure Besakih
ditetapkan oleh pemda Bali sebagai objek ikon kepariwisataan di
Bali dan menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang harus
dikunjungi, dimana pengelolaan, pemeliharaan juga kebersihan Pure tersebut
menjadi tanggung jawab Pemda Bali dan masyarakat sekitar
Bila kita menggunakan kendaraan bermotor, jarak
tempuh menuju Pure Besakih ini memerlukan waktu kira-kira kurang lebih 90 menit
perjalanan dari Denpasar Bali. Selama dalam perjalanan menuju ke pura Besakih
ini, kita akan melihat indahnya panorama pemandangan alam yang indah dan
sejuk nya udara pegunungan. Tersedianya pelataran parkir yang luas untuk
kendaraan bermotor, terdapat pasar yang menjual cindra mata khusus Bali juga
ada public area terdiri dari pendopo toilet dan kamar mandi yang diperuntukan
untuk umum Sesampai di Pura kita diwajibkan membayar tiket/karcis seharga
Rp.12.000, lalu kita akan disambut oleh pemandu wisata yang sudah ada disana,
dan bila kita ingin memasuki area komplek Pure, diwajibkan mengenakan kain
dengan uang sewa Rp. 5000/potong.
Besakih tercatat dalam prasasti
Purana dan lontar sebagai tempat beristananya para dewa. Besakih mempunyai
fungsi paling penting diantara pura-pura lainnya di Pulau Dewata. Peran dan
fungsi yang sangat istimewa, antara lain sebagai Pura “Rwa Bhineda”, “Sad
Kahyangan”, “Padma Bhuana” dan pusat dari segala kegiatan ritual keagamaan.
Pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (tahun 1007), hingga pemerintahan
Raja-raja keturunan Sri Kresna Kepakisan (tahun 1444 dan 1454 Masehi) sangat
menghormati Besakih.
2.2
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL
TAHUN
2010 – 2025
Pasal
10 ayat 2
(2) KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b
ditentukan dengan kriteria:
a. memiliki
fungsi utama pariwisata atau potensi pengembangan pariwisata;
b. memiliki
sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi Daya Tarik Wisata unggulan dan
memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;
c. memiliki
potensi pasar, baik skala nasional maupun khususnya internasional;
d. memiliki
posisi dan peran potensial sebagai penggerak investasi;
e. memiliki
lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan dan keutuhan wilayah;
f. memiliki
fungsi dan peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup;
g. memiliki
fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya,
termasuk di dalamnya aspek sejarah dan kepurbakalaan;
h. memiliki kesiapan
dan dukungan masyarakat;
i. memiliki
kekhususan dari wilayah;
j. berada di
wilayah tujuan kunjungan pasar wisatawan utama dan pasar wisatawan potensial
nasional; dan
k. memiliki potensi kecenderungan produk wisata masa depan.
(3) Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 dilaksanakan secara bertahap dengan kriteria prioritas memiliki:
a. komponen destinasi yang siap untuk
b. posisi dan
peran efektif sebagai penarik investasi yang strategis;
c. posisi
strategis sebagai simpul penggerak sistemik Pembangunan Kepariwisataan di
wilayah sekitar baik dalam konteks regional maupun nasional;
d. potensi
kecenderungan produk wisata masa depan;
e. kontribusi
yang signifikan dan/atau prospek yang positif dalam menarik kunjungan wisatawan
mancanegara dan wisatawan nusantara dalam waktu yang relatif cepat;
f. citra yang
sudah dikenal secara luas;
g. kontribusi
terhadap pengembangan keragaman produk wisata di Indonesia; dan
h. keunggulan daya saing internasional.
Pasal
13
(1) Strategi
untuk perencanaan Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf a meliputi:
a. menyusun
rencana induk dan rencana detail Pembangunan DPN dan KSPN; dan
b. menyusun
regulasi tata bangunan dan tata lingkungan DPN dan KSPN.
(2) Strategi
untuk penegakan regulasi Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf b dilakukan melalui monitoring dan pengawasan oleh Pemerintah
terhadap penerapan rencana detail DPN dan KSPN.
(3) Strategi
untuk pengendalian implementasi rencana Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dilakukan melalui peningkatan koordinasi antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha dan masyarakat.
(4) KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b
ditetapkan dengan Keputusan Presiden
Artikel
Pro Kontra Kawasan Besakih Jadi KSPN
PRO DAN KONTRA berbagai elemen
masyarakat Bali kembali mencuat saat wilayah Besakih, Gunung Agung dan
sekitarnya di Kabupaten Karangasem, Bali, ditetapkan sebagai kawasan strategis pariwisata
nasional (KSPN) mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011.
Kawasan suci Pura
Besakih sebelumnya sekitar tahun 2001 juga sempat diusulkan kepada Badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan (UNESCO) untuk menjadi warisan budaya dunia.
Akibat protes dan
keberatan dari berbagai elemen masyarakat Pulau Dewata, agar kawasan suci Pura
Besakih tidak “diotak-atik”, akhirnya usulan Pemerintah Provinsi Bali melalui
Pemerintah pusat kepada badan dunia itu akhirnya dibatalkan.
Sebagai pengganti
Pura Besakihnya akhirnya diusulkan subak kawasan Catur Angga Batukaru
(Kabupaten Tabanan), kawasan Pura Taman Ayun (Badung), daerah airan sungai
(DAS) Pakerisan (Gianyar) dan Pura Ulundanu Batur (Bangli) sebagai satu
kesatuan yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia (WBD).
Penetapan Besakih,
Gunung Agung dan sekitarnya sebagai KSPN harus disikapi masyarakat dengan bijak
sambil menunggu aturan yang jelas. “Jangan terlalu cepat menghakimi pemerintah
karena memberlakukan KSPN Besakih, karena belum jelas zona mana saja yang akan
masuk sebagai kawasan wisata nasional,” tutur Jero Mangku Subagia, seorang
tokoh masyarakat Bali.
Jika zone kesakralan
Pura Besakih dilanggar, umat Hindu tentu tidak tinggal diam dan pemerintah
untuk itu tentu telah memperhitungkan secara cermat agar tidak merugikan umat.
Oleh sebab itu semua
pihak perlu bersabar sebelum ada kejelasan tentang penetapan KSPN terhadap
kawasan Besakih, ujar Mangku Subagia, yang juga pendiri Yayasan Siwa Murti yang
khusus menggeluti kegiatan spiritual.
Demikian pula
Agustika, seorang warga Banjar Kidulingkreteg Desa Besakih mengharapkan jika
benar kawasan Besakih ditetapkan sebagai KSPN agar tidak sampai merusak tatanan
di tempat suci umat Hindu terbesar di Pulau Dewata.
Pemuda yang sedang
menyelesaikan pendidikan strata dua sastra Bali itu mengingatkan, apa pun yang
dilakukan pemerintah terhadap kawasan Pura Besakih yang positif sebenarnya
tidak masalah.
Masyarakat setempat
selalu berusaha melestarikan segala potensi yang ada di Pura Besakih untuk
kepentingan spiritual sekaligus mendukung sektor pariwisata.
Pelestarian Besakih
dan kawasan sekitarnya memang tanggung jawab masyarakat Besakih, namun tanpa
didukung oleh segnap pengunjung yang datang juga mustahil, karena pariwisata
pasti memberikan dampak nyata untuk masyarakat setempat.
“Namun jangan sampai
karena pariwisata kami menjadi korban bagi kepentingan segelintir orang,” harap
Agustika.
Intrupsi KSPN Sidang
Paripurna DPRD Bali yang mengagendakan jawaban Gubernur Bali Made Mangku
Pastika terhadap pandangan umum Fraksi tentang Ranperda Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2013, diwarnai interupsi anggota Dewan terkait Besakih dijadikan KSPN,
Kamis (26/9).
Anggota Komisi I DPRD
Bali Dewa Nyoman Rai menginterupsi soal kejelasan kawasan Besakih masuk KSPN.
“Interupsi pimpinan. Mohon penjelasan soal kawasan Besakih masuk KNSP,” kata
Dewa Rai.
Jawaban itu sangat
penting jangan sampai polemik Besakih masuk KSPN menjerumuskan Gubernur Bali.
Sebab bukan Pura Besakih tapi kawasan Besakih sebagai KSPN. Ini mohon
diluruskan.
Pihaknya mendukung
Besakih masuk KSPN bahkan mengusulkan agar Besakih menjadi kawasan pariwisata
bertaraf internasional. “Saya usulkan Besakih menjadi kawasan pariwisata
internasional bukan hanya nasional,” ujar politisi PDIP asal Kabupaten
Buleleng.
Hal senada juga
diungkapkan anggota komisi I Made Sumiati penetapan kawasan Besakih menjadi
KSPN harus melakukan kajian mendalam. Karena pihaknya tidak sepakat Besakih
dieksploitasi untuk pariwisata, meskipun Besakih sudah menjadi unsur daya tarik
Wisata (UDTW).
“Kami di Kabupaten
Karangasem sudah ada tatanan kawasan pariwisata. Kalau Besakih itu belum masuk
kawasan pariwisata, baru sebatas UDTW. Jadi secara spiritual dan mengacu aturan
yang ada, bukan Besakih untuk pariwisata, tapi pariwisata untuk Besakih. Ada
ketentuan mana yang boleh-mana yang tidak,” ujar I Made Sumiati, asal pemilihan
Kabupaten Karangasem.
Gubernur Bali Made
Mangku Pastika menjawab intrupsi anggota dewan itu menjelaskan, dari 88 KSPN di
seluruh Indonesia ada 11 KSPN di Bali, salah satunya Besakih sebagaimana diatur
dalam PP Nomor 50 tahun 2011.
Penetapan sebagai
KSPN bukan kawasan Pura Besakih tetapi Besakih dan bentangan Gunung Agung.
“Tidak ada kata-kata Pura Besakih, tapi kawasan Besakih dan bentangan Gunung
Agung sehingga bisa diikembangkan kawasan pariwisata nasional.
Dalam pasal dan ayat
yang ada di PP Nomor 50 Tahun 2011 disebutkan pengembangan KSPN harus
memperhatikan kearifan lokal, lingkungan hidup dan daya dukung wilayah. Tidak
ada yang mengancam sedikit pun kesucian pura dan kawasan suci tersebut.
Gubernur Pastika
membantah usulan Besakih masuk KSPN merupakan usulan dari Pemerintah Provinsi
Bali. Sesungguhnya tidak pernah gubernur mengusulkan Besakih masuk KSPN.
“Saya sudah cek tidak
ada surat usulan itu. Saya juga bingung dari mana dapatkan informasi itu. Saya
harapkan jangan gubernur dijadikan bulan-bulanan,” harap Pastika yang baru saja
dilantik untuk masa jabatan keduanya.
Sementara Kepala
Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Gede Pitana dalam kesempatan terpisah mengatakan, penetapan KSPN
wilayah Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya mengacu pada Peraturan Pemerintah
Nomor 50 Tahun 2011.
Adanya keberatan
beberapa pihak itu tidak harus ditanggapi dengan membatalkan penetapan kawasan
Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya sebagai KSPN. karena perubahan atau
amandemen peraturan perundangan memerlukan prosedur yang sudah baku.
KSPN bisa berbasis
pada tema pengembangan pariwisata alam, budaya termasuk wisata religi dan
spiritual sebagaimana KSPN Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya.
Besakih, selalu
menebar kedamaian bagi masyarakat Pulau Dewata. Umat Hindu Bali meyakini di
pura agung itulah para dewa-dewi bertahta dan turun ke mayapada membebaskan
manusia dari musibah dan bencana.
Karena itu, kesucian
dan kesakralan pura terbesar dan termegah di Pulau Dewata, senantiasa terjaga
hingga sekarang.
Pura yang terletak di
kaki Gunung Agung itu, wilayah Kabupaten Karangasem Bali timur, 80 km timur
Denpasar itu selalu menjadi pusat kegiatan ritual umat Hindu, termasuk upacara
“Betara Turun Kabeh” (dewata turun semua) yang digelar setiap tahun pada
“purnama kedasa” (bulan purnama ke sepuluh).
Kharisma Besakih,
tidak hanya dikagumi umat Hindu di Bali, namun juga wisatawan nusantara dan
mancanegara. Mereka selalu menyempatkan diri untuk bertandang ke Besakih, jika
berlibur Pulau Dewata.
Para peserta kontes
kecantikan “Miss World” wanita terpilih dari 130 negara yang tengah berlangsung
di Bali juga mendapat kesempatan mengunjungi Pura Besakih .
Pura yang terdiri
atas beberapa kompleks bangunan suci yang menjadi satu-kesatuan itu tak
terpisah itu, pondasinya konon dibangun oleh Rsi Markandeya dari India pada
zaman pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (1007 Masehi).
Besakih tercatat
dalam prasasti Purana dan lontar sebagai tempat beristananya para dewa. Besakih
mempunyai fungsi paling penting diantara pura-pura lainnya di Pulau Dewata.
Peran dan fungsi yang
sangat istimewa, antara lain sebagai Pura “Rwa Bhineda”, “Sad Kahyangan”,
“Padma Bhuana” dan pusat dari segala kegiatan ritual keagamaan.
Pemerintahan Raja Sri
Udayana Warmadewa (tahun 1007), hingga pemerintahan Raja-raja keturunan Sri
Kresna Kepakisan (tahun 1444 dan 1454 Masehi) sangat menghormati Besakih.
2.3 Kajian Artikel Berdasarkan Jurnal Ilmiah
Perlu
penjelasan lebih rinci tentang sebatas mana wilayah pura akan dijadikan kawasan
pariwisata. Dilihat dari fungsinya menurut Prof. Drs. I Gusti Gde Ardana, salah
satu fungsi pura adalah untuk Untuk lebih memantapkan dan memasyarakatkan
konsepsi Tri Murti yang telah disepakati sebagai dasar keagamaan di Bali
Tri
Murti tampak pula tercermin di Pura Besakih sebagai Pura Sad Kahyangan Bali. Di
sini jelas tampak kehadiran tiga buah pura yang besar yang penempatannya
berjajar tiga dari Utara ke Selatan. Pura yang paling selatan adalah Pura
Kiduling Kreteg, sebagai stana Dewa Brahma. Pura
Penataran Agung terletak di tengah stana Dewa
Siwa dengan tiga kemahakuasaan yang disebut tri purusa yaitu Paramasiwa,
Sadasiwa dan Siwa dan Pura
Batu Madeg di sebelah Utara sebagai stana
Dewa Wisnu. Stana pemujaan Dewa Siwa di Penataran Agung berbentuk Padma Tiga
dan stana pemujaan Dewa Brahma dan Dewa Wisnu berbentuk Meru bertingkat
sebelas. Apabila ketiga pura tersebut di atas; pura Kiduling Kreteg, Penataran
Agung dan Batu Madeg ditambah dengan dua buah pura lagi yaitu Pura
Gelap dan Pura
Ulun Kulkul masing-masing sebagai penjaga arah
mata angin Timur dan Barat maka lengkap lah penerapan konsep Catur Lokapala.
Pura Gelap tempat memuja Dewa Iswara dan Pura Ulun Kulkul tempat memuja Dewa
Mahadewa.
Dijadikannya
Pura Besakih sebagai KSPN tidak boleh merusak tatanan pura. Tatanan pura dibuat
berdasarkan atas tatanan tata ruang adat-istiadat masyarakat Bali yang sudah
ada sejak dulu. Aturan desa adat (awig-awig), menurut Prof. Drs. I Gusti Gde Ardana, awig-awig mempunyai kedudukan
sebagai stabilisator yang mengatur kegiatan dan aspek kehidupan masyarakat.
Tujuannya ialah agar suasana kehidupan desa menjadi tetap terpelihara secara
serasi dan harmonis dengan ketertiban yang mantap. Apabila dengan penetapan
Pura Basakih sebagai KSPN merubah tatanan pura, hal ini sudah jelas melanggar
awig-awig masyarakat Bali. Secara langsung juga akan mengganggu kehidapan
masyarakat Bali yang sudah serasi dan harmoni dengan tata ruang pura yang
sekarang ini. Menurut I Ketut Adi Mastra, sebagai contoh konsep “apeneleng
agung” dalam bhisama kesucian pura adalah suatu konstruksi (konsep yang absrak)
yang lahir dari tingkat kesucian/keluhuran niat dari pendahulu orang Bali untuk
menjaga keharmonisan. Hal ini menunjukkan bagaimana leluhur orang Bali sangat
menginginkan terciptanya suatu keharmonisan dalam masyarakat Bali meskipun itu
hanya dari segi tata ruang bangunan.
Falsafah Arstektur Tradisional Bali
merupakan penyeimbang, penyelaras, dan integrasi tiga unsur yang merupakan
sumber kesejahteraan (Tri Hita Karana), yaitu (1) ke-Tuhanan (Parahyangan), (2)
manusia sebagai pemakai (Pawongan), dan (3) lingkungan fisik (Palemahan).
Konsepsi keselarasan manusia dengan arsitektur, antara arsitektur dengan
lingkungan baik fisik alami maupun buatan termasuk dalam inti arsitektur,
menurut I Gusti Bagus Oka. Selain mejaga keharmonisan antara manusia,
arsitektur Bali juga menjaga keselarasan antara lingkungan dengan bangunan.
Sehingga meskipun terdapat bangunan pura tidak akan merusak lingkungan.
Sebaliknya jika tata ruang pura Besakih diubah maka akan berdampak pada
lingkungan di sekitar pura.
Susunan tata ruang pura tidak harus
dirubah untuk menjadi suatu objek atau daya tarik wisata. I Ketut Adi Mastra,
jikalau dipilah dalam suatu kajian holistiknya, yang terlibat dalam pedebatan
mengenai kontruksi “apeneleng agung” ini ada 3 (tiga) kelompok dimana wisatawan
dan usahawan (termasuk didalamnya investor) yang menikmati monument fisik ini
(yang lahir dari monument maya) tergabung menjadi kelompok 1, sedangkan para
penjabat pemerintah yang memperkasi aturan dalam suatu poses
pembentukan/pengkaji nilai-nilai tak terukurmenjadi terukur adalah kelompok 2,
pejabat inilah yang banyak peranannya dalam memprakarsai atau yang punya
gagasan dalam suatu bentuk monument aktivitas , sedangkan para ilmuwan, seniman
serta rohaniawan yang banyak berpegang pada sastra suci dan menguasai olah
rasa, olah pikir maupun olah batinnya banyak beberperan dalam
membidanginilai-nilai tak terukur (monument maya) menjadi nilai-nilai terukur
(monument fisik). Tentunya dapat dipahami bilamana seorang wisatawan yang punya
minat besar akan mempelajari secara intens nilai-nilai dari monument maya ini
dan bahkan kemudian punya andil besar dalam mewujudkan monument maya, namun
untuk kondisi seperti ini maka wisatawan yang bersangkutan sudah berpidah
posisi sebagai seniman atau sebagai ilmuwan dalam kelompok 3 diatas. Dalam
perdebatan pura Besakih sebagai KSPN perlu adanya komunikasi yang baik antara 3
(tiga) kelompok yang disebutkan di atas agar ada suatu solusi yang terbaik
untuk menyelisaikan perdebatan ini.
Selain itu, menurut I Ketut Adi
Mastra, kekeliruan tersebut bukanlah menjadi bahan kajian dalam forum ini,
namun yang lebih diharapkan dalam diskusi ini adalah apa makna yg telah/dapat
kita petik dari diskusi ini, ada pun makna dari bhisama kesucian
pura adalah:
1.
Mengayomi semua pikiran-pikiran yang
luhur, niat baik, bertujuan demi kesejahteraan bersama, menjaga keberlangsungan
alam (kontinuitas). Disini berarti boleh ditafsirkan apa saja, dengan satu
landasan yakni niat baik nan luhur secara konsepsi bermakna langit yang
mengayomi (suwung), bermakna jiwanya sebuah kehidupan.
2.
Apapun hasil terjemahan maupun
tafsirnya, semua dijalankan secara berkelanjutan, tidak ragu-ragu, tidak
berubah-ubah dan tidak terpengaruh oleh kondisi-kondisi lainnya (ekonomi,
politik). Secara material dipercaya dan diyakini sebagai materi yang menetap
serta konsisten isinya (bermakna badan-angga sarira).
3.
Pelaksanaannya, memberikan ruang
gerak yang mengikuti hukum alam, ubi ditanam ubi jua dipetik. Cabe ditanam cabe
jua dipetik. Tindakannya (Iakunya) tegas membimbing, mencerahkan serta
mengadili.
Keberadaan pura juga merupakan suatu hal penting didalam
mewujudkan kehidupan masyarakat yang bahagia. Segala bentuk fisik pura
merupakan hal yang bersifat berkelanjutan, baik itu dari segi social, budaya,
ekonomi dan ekologi.
Memang jika dilihat dari penjelasan mengaenai kreteria suatu
kawasan jadikan KSPN, pura Besakih merupakan kawasan yang tepat. Namun jika
dilihat dari sisi social budaya sangat bertentangan apabila kawasan pura,
terutana kawasan yang bersifat sacral dijadikan kawasan pariwisata. Dalam
artikel juga disebutkan tanpa pariwisata kelestarian pura juga tidak akan
terjaga. Hal ini juga ada benarnya karena pariwisata merupakan salah satu media
yang ikut menjaga kelestarian pura Besakih dan membuat pura Besakih dikenal
dunia.
Dengan dijadikannya Pura Besakih sebagai KSPN akan membuat
banyak perubahan apabila tidak dilakukan kajian lebih mendalam akan
batas-batasan yang boleh dijadikan kawasan pariwisata. Perubahan tata ruang dan
yang lainnya akan berdampak langsung pada kebudayan masyarakat Bali meski dari
segi dari sisi sosialnya tidak mengalami perubahan. Namun dengan merubah
tatanan pura akan merubah awig-awig yang dibuat oleh para leluhur orang Bali.
Sebaiknya dilakukan diskusi dari semua pihak yang terkait didalamnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka
diperoleh kesimpulan bahwa Pura Besakih sebagai KSPN masih belum jelas, karena
yang menjadi KSPN adalah kawasan Besakih dan Gunung Agung. Apabila Pura besakih
masuk KSPN maka perlu adanya diskusi dari pihak pemangku kepentingan supaya
tidak terjadik komplik mengenai kawasan pura yang dapat dijadikan sebagai objek
atau daya tarik wisata.
3.2 Saran
Sebaiknya
diadakan diskusi yang melibatkan semua pihak yang terkait dialam penetapan Pura
Besakih sebagai KSPN.
Supaya KSPN dapat berjalan dengan
baik sebaiknya diadakan suatu kajian lebeih mendalam sehingga penerapannya
dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
www.babadbali
.com/pura/pura-kahyangan-tiga-1
ojs.unud.ac.id-index.php/natah/article/view/3023/2181
file.upi.idu/…/makalah_bali.
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar