Rabu, 02 Oktober 2013

ANALISIS KELAYAKAN PURA BESAKIH SEBAGAI KAWASAN STRATEGIS PARIWISATA NASIONAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara terbesar di asia tenggara dan banyak mempunyai potensi. Potensi tersebut meliputi sumber daya  alam, badaya, dan sumber daya manusia yang tersebar di 33 provinsi. Setiap daerah di Indonesia mempunyai petensinya tersendiri seperti Bali.
Pulau Bali atau yang akrab dipanggil dengan pulau seribu pura merupakan salah satu daerah tujuan wisata terpopuler di dunia. Keunikan budaya yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan, ditambah dengan keramahan masyarakatnya membuat wisatawan merasa nyaman berada di Bali. Selain itu, pulau Bali juga mempunyai keindahan alam yang tidak kalah dengan keunikan budayanya.
Wisatawan yang datang ke Bali akan dimanjakan dengan banyaknya objek dan daya tarik wisata. Masing-masing kabupaten di Bali punya ciri khasnya tersendiri seperti halnya kabupaten Karangasem yang berada di sebaelah timur pulau Bali. Kabupaten yang mempunyai banyak kisah-kisah sejarah dan banyak peninggal-peninggalan bersejarah. Salah satu peninggalan bersejarah yang sangat penting bagi kabupaten Karangasem dan juga bagi masyarakat Bali yang beragama Hindu yaitu pura Besakih.
Pura Besakih adalah pura terbesar di Bali dan berada tepat di sebelah selatan kaki gunung Agung. Pura yang juga dianggap “Mother of Tample” di Bali merupakan salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dan sekarang pura Besakih telah menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Namun hal ini juga menimbulkan komplik baru mengingat pura Besakih merupakan tempat suci bagi masyarakat Bali yang beragama Hindu.
1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah layak pura Besakih sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional?”
1.3              Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan pura Besakih sebagai Kawasan Strategi Pariwisata Nasional.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Pura Besakih
Pura Besakih adalah merupakan pura terbesar atau induk dari pura -pura yang ada di pulau dewata. Pura ini  terletak di desa Besakih, kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem. Letak Pura Besakih berada di lereng Barat Daya Gunung Agung pada ketinggian lebih kurang 1000 meter dari permukaan laut, dan berjarak sekitar kurang lebih 60 km ke arah timur laut dari kota Denpasar Bali. Pura Besakih ini bangun untuk kesucian umat manusia dan agama Hindu khususnya, Pura Besakih bermakna filosofis dan awal masuknya ajaran agama Hindu di Bali. Setiap tahunnya saat bulan purnama  upacara Galungan di adakan dengan meriah selama 1 bulan di Pura ini. Latar belakang pembangunan Pura Besakih yang berada di lereng Gunung Agung adalah sebagai tempat ibadah dan upacara menyembah Dewa, karena berdasarkan kepercayaan masyarakat di bali  dan umat hindu khususnya di puncak Gunung Agung terdapat Istana Para Dewata. Komplek Pura Besakih terdiri dari 1 Pura Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian dan 17 Pura Lainnya). Di Pura Basukian, di areal inilah pertama kalinya tempat diterimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Resi Markendya, cikal bakal Agama Hindu Dharma sekarang di Bali, sebagai pusatnya. Pura Besakih merupakan pusat dari kegiatan upacara di Bali. Sedangkan Pure terbesar yang ada di area komplek tersebut dinamakan Pura Penataran Agung, ada 3 arca yang terdapat di Pura Penataran Agung simbol dari sifat Tuhan Tri Murti, yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnudan Dewa Siwayang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur/Reinkarnasi.
 Di dalam lontar Padma Bhuana menyebutkan bahwa pura Besakih sebagai Huluning Bali Rajya. Pura Basukihan adalah hulunya Pura Puseh di desa pekraman, Pura Dalem Puri adalah hulunya Pura Dalem di desa pekraman, Pura Ulun Kulkul adalah hulunya Kulkul, dan Pura Banua adalah hulunya Jineng, linggihnya Dewi Sri. Pura Besakih juga berfungsi sebagai Pura Padma Bhuana, seperti Pura Gelap (Timur) untuk pemujaan dewa Iswara dan di Bali bagian timur adalah Pura Lempuyang, Pura Kiduling Kreteg (Selatan) untuk pemujaan dewa Brahma dan di Bali bagian selatan adalah Pura Andakasa, Pura Ulun Kulkul (Barat) untuk pemujaan dewa Mahadewa dan di Bali bagian barat adalah Pura Batukaru, dan Pura Batu Madeg (Utara) untuk pemujaan dewa Wisnu dan di Bali bagian utara adalah Pura Ulun Danu Beratan.
Pura Besakih menurut lontar Kusuma Dewa merupakan salah satu dari pura Sad Kahyangan yaitu Pura Lempuyang (Iswara), Pura Goa Lawah (Maheswara), Pura Batukaru (Mahadewa), Pura Pucak Mangu (Sangkara) dan Pura Besakih (Sambu). Di samping sebagai salah satu dari pura Sad Kahyangan, pura Besakih juga sebagai lambang alam bawah dan alam atas. Soring ambal-ambal terdapat pada Pura Persimpangan, Pura Manik Mas, Pura Bangun Sakti, Pura Goa Raja, Pura Rambut Sedana, Pura Basukihan, Pura Dalem Puri, Pura Jenggala, Pura Banua dan Pura Merajan Kanginan. Luhuring ambal-ambal terdapat pada Pura Penataran Agung Besakih, Pura Batu Madeg, Pura Gelap, Pura Kiduling Kreteg, Pura Ulun Kulkul, Pura Peninjoan, Pura Tirtha, Pura Pengubengan dan Pura Pasar Agung
Sebagai gambaran umum menurut cerita,Pura Besakih dibangun berdasarkan konsep keseimbangan kosmos, baik secara horisontal maupun vertikal antara alam bawah dan alam atas. Di dinding pura terdapat banyak pahatan pahatan  yang memiliki kisah, makna dan cerita tersendiri tentang cikal bakal sejarah ajaran Hindu dan  keberadaan pura pura tersebut. Pembangunan pura ini diawali dengan penanaman Panca Datu (lima jenis logam) yaitu perak, tembaga, besi, mas dan mirah pada sekitar abad ke-8 dengan nama Pura Basukihan oleh Resi Markandya. Kemudian dengan kedatangan para raja-raja dan para Resi maka Pura Basukihan semakin berkembang dan menjadi Pura Besakih yang sekarang. Pada sekitar abad ke-10 dan ke-11, Raja Kesari Warmadewa datang berkunjung ke Pura Basukihan dan mendirikan Pura Merajan Slonding. Menurut prasasti Batu Madeg, Mpu Beradah pada masa pemerintahan Raja Erlangga juga pernah datang ke Besakih. Selain itu, Raja Kresna Kepakisan dan raja-raja Gelgel juga menaruh perhatian terhadap pemujaan di Pura Besakih. Pada saat itu untuk pemeliharaan dan pengembangan serta pelaksanaan upacara di Pura Besakih berada di bawah pengurusan kerajaan Klungkung yang merupakan penguasa tertinggi.
Masyarakat desa sekitar Pura sebagian besar bermata pencarian  percocok tanam, berdagang dan menjadi pemandu wisata dengan tidak lupa menjalankan ibadah dan upacara yang telah diwariskan secara turun temurun dari keluarga mereka agar selalu bersyukur atas berkah yang telah diberikan oleh sang pencipta dewata yang Agung. Pada saat ini Pure Besakih ditetapkan oleh pemda Bali sebagai objek  ikon kepariwisataan di Bali  dan menjadi salah satu  daerah tujuan wisata  yang harus dikunjungi, dimana pengelolaan, pemeliharaan juga kebersihan Pure tersebut menjadi tanggung jawab Pemda Bali dan masyarakat sekitar
Bila kita menggunakan kendaraan bermotor, jarak tempuh menuju Pure Besakih ini memerlukan waktu kira-kira kurang lebih 90 menit perjalanan dari Denpasar Bali. Selama dalam perjalanan menuju ke pura Besakih ini, kita akan melihat indahnya panorama pemandangan alam  yang indah dan sejuk nya udara pegunungan. Tersedianya pelataran parkir yang luas untuk kendaraan bermotor, terdapat pasar yang menjual cindra mata khusus Bali juga ada public area terdiri dari pendopo toilet dan kamar mandi yang diperuntukan untuk umum Sesampai di Pura kita diwajibkan membayar tiket/karcis seharga Rp.12.000, lalu kita akan disambut oleh pemandu wisata yang sudah ada disana, dan bila kita ingin memasuki area komplek Pure, diwajibkan mengenakan kain dengan uang sewa Rp. 5000/potong.
Besakih tercatat dalam prasasti Purana dan lontar sebagai tempat beristananya para dewa. Besakih mempunyai fungsi paling penting diantara pura-pura lainnya di Pulau Dewata. Peran dan fungsi yang sangat istimewa, antara lain sebagai Pura “Rwa Bhineda”, “Sad Kahyangan”, “Padma Bhuana” dan pusat dari segala kegiatan ritual keagamaan. Pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (tahun 1007), hingga pemerintahan Raja-raja keturunan Sri Kresna Kepakisan (tahun 1444 dan 1454 Masehi) sangat menghormati Besakih.



2.2  PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL
TAHUN 2010 – 2025

Pasal 10 ayat 2
(2) KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b ditentukan dengan kriteria:
a. memiliki fungsi utama pariwisata atau potensi pengembangan pariwisata;
b. memiliki sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi Daya Tarik Wisata unggulan dan memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;
c. memiliki potensi pasar, baik skala nasional maupun khususnya internasional;
d. memiliki posisi dan peran potensial sebagai penggerak investasi;
e. memiliki lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan dan keutuhan wilayah;
f. memiliki fungsi dan peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;
g. memiliki fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya, termasuk di dalamnya aspek sejarah dan kepurbakalaan;
h. memiliki kesiapan dan dukungan masyarakat;
i. memiliki kekhususan dari wilayah;
j. berada di wilayah tujuan kunjungan pasar wisatawan utama dan pasar wisatawan potensial nasional; dan
k. memiliki potensi kecenderungan produk wisata masa depan.

(3) Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilaksanakan secara bertahap dengan kriteria prioritas memiliki:
a. komponen destinasi yang siap untuk

b. posisi dan peran efektif sebagai penarik investasi yang strategis;
c. posisi strategis sebagai simpul penggerak sistemik Pembangunan Kepariwisataan di wilayah sekitar baik dalam konteks regional maupun nasional;
d. potensi kecenderungan produk wisata masa depan;
e. kontribusi yang signifikan dan/atau prospek yang positif dalam menarik kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara dalam waktu yang relatif cepat;
f. citra yang sudah dikenal secara luas;
g. kontribusi terhadap pengembangan keragaman produk wisata di Indonesia; dan
h. keunggulan daya saing internasional.

Pasal 13
(1) Strategi untuk perencanaan Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a meliputi:
a. menyusun rencana induk dan rencana detail Pembangunan DPN dan KSPN; dan
b. menyusun regulasi tata bangunan dan tata lingkungan DPN dan KSPN.
(2) Strategi untuk penegakan regulasi Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilakukan melalui monitoring dan pengawasan oleh Pemerintah terhadap penerapan rencana detail DPN dan KSPN.
(3) Strategi untuk pengendalian implementasi rencana Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dilakukan melalui peningkatan koordinasi antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha dan masyarakat.
(4) KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Artikel
Pro Kontra Kawasan Besakih Jadi KSPN
PRO DAN KONTRA berbagai elemen masyarakat Bali kembali mencuat saat wilayah Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya di Kabupaten Karangasem, Bali, ditetapkan sebagai kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011.
Kawasan suci Pura Besakih sebelumnya sekitar tahun 2001 juga sempat diusulkan kepada Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) untuk menjadi warisan budaya dunia.
Akibat protes dan keberatan dari berbagai elemen masyarakat Pulau Dewata, agar kawasan suci Pura Besakih tidak “diotak-atik”, akhirnya usulan Pemerintah Provinsi Bali melalui Pemerintah pusat kepada badan dunia itu akhirnya dibatalkan.
Sebagai pengganti Pura Besakihnya akhirnya diusulkan subak kawasan Catur Angga Batukaru (Kabupaten Tabanan), kawasan Pura Taman Ayun (Badung), daerah airan sungai (DAS) Pakerisan (Gianyar) dan Pura Ulundanu Batur (Bangli) sebagai satu kesatuan yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia (WBD).
Penetapan Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya sebagai KSPN harus disikapi masyarakat dengan bijak sambil menunggu aturan yang jelas. “Jangan terlalu cepat menghakimi pemerintah karena memberlakukan KSPN Besakih, karena belum jelas zona mana saja yang akan masuk sebagai kawasan wisata nasional,” tutur Jero Mangku Subagia, seorang tokoh masyarakat Bali.
Jika zone kesakralan Pura Besakih dilanggar, umat Hindu tentu tidak tinggal diam dan pemerintah untuk itu tentu telah memperhitungkan secara cermat agar tidak merugikan umat.
Oleh sebab itu semua pihak perlu bersabar sebelum ada kejelasan tentang penetapan KSPN terhadap kawasan Besakih, ujar Mangku Subagia, yang juga pendiri Yayasan Siwa Murti yang khusus menggeluti kegiatan spiritual.
Demikian pula Agustika, seorang warga Banjar Kidulingkreteg Desa Besakih mengharapkan jika benar kawasan Besakih ditetapkan sebagai KSPN agar tidak sampai merusak tatanan di tempat suci umat Hindu terbesar di Pulau Dewata.
Pemuda yang sedang menyelesaikan pendidikan strata dua sastra Bali itu mengingatkan, apa pun yang dilakukan pemerintah terhadap kawasan Pura Besakih yang positif sebenarnya tidak masalah.
Masyarakat setempat selalu berusaha melestarikan segala potensi yang ada di Pura Besakih untuk kepentingan spiritual sekaligus mendukung sektor pariwisata.
Pelestarian Besakih dan kawasan sekitarnya memang tanggung jawab masyarakat Besakih, namun tanpa didukung oleh segnap pengunjung yang datang juga mustahil, karena pariwisata pasti memberikan dampak nyata untuk masyarakat setempat.
“Namun jangan sampai karena pariwisata kami menjadi korban bagi kepentingan segelintir orang,” harap Agustika.
Intrupsi KSPN Sidang Paripurna DPRD Bali yang mengagendakan jawaban Gubernur Bali Made Mangku Pastika terhadap pandangan umum Fraksi tentang Ranperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013, diwarnai interupsi anggota Dewan terkait Besakih dijadikan KSPN, Kamis (26/9).
Anggota Komisi I DPRD Bali Dewa Nyoman Rai menginterupsi soal kejelasan kawasan Besakih masuk KSPN. “Interupsi pimpinan. Mohon penjelasan soal kawasan Besakih masuk KNSP,” kata Dewa Rai.
Jawaban itu sangat penting jangan sampai polemik Besakih masuk KSPN menjerumuskan Gubernur Bali. Sebab bukan Pura Besakih tapi kawasan Besakih sebagai KSPN. Ini mohon diluruskan.
Pihaknya mendukung Besakih masuk KSPN bahkan mengusulkan agar Besakih menjadi kawasan pariwisata bertaraf internasional. “Saya usulkan Besakih menjadi kawasan pariwisata internasional bukan hanya nasional,” ujar politisi PDIP asal Kabupaten Buleleng.
Hal senada juga diungkapkan anggota komisi I Made Sumiati penetapan kawasan Besakih menjadi KSPN harus melakukan kajian mendalam. Karena pihaknya tidak sepakat Besakih dieksploitasi untuk pariwisata, meskipun Besakih sudah menjadi unsur daya tarik Wisata (UDTW).
“Kami di Kabupaten Karangasem sudah ada tatanan kawasan pariwisata. Kalau Besakih itu belum masuk kawasan pariwisata, baru sebatas UDTW. Jadi secara spiritual dan mengacu aturan yang ada, bukan Besakih untuk pariwisata, tapi pariwisata untuk Besakih. Ada ketentuan mana yang boleh-mana yang tidak,” ujar I Made Sumiati, asal pemilihan Kabupaten Karangasem.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika menjawab intrupsi anggota dewan itu menjelaskan, dari 88 KSPN di seluruh Indonesia ada 11 KSPN di Bali, salah satunya Besakih sebagaimana diatur dalam PP Nomor 50 tahun 2011.
Penetapan sebagai KSPN bukan kawasan Pura Besakih tetapi Besakih dan bentangan Gunung Agung. “Tidak ada kata-kata Pura Besakih, tapi kawasan Besakih dan bentangan Gunung Agung sehingga bisa diikembangkan kawasan pariwisata nasional.
Dalam pasal dan ayat yang ada di PP Nomor 50 Tahun 2011 disebutkan pengembangan KSPN harus memperhatikan kearifan lokal, lingkungan hidup dan daya dukung wilayah. Tidak ada yang mengancam sedikit pun kesucian pura dan kawasan suci tersebut.
Gubernur Pastika membantah usulan Besakih masuk KSPN merupakan usulan dari Pemerintah Provinsi Bali. Sesungguhnya tidak pernah gubernur mengusulkan Besakih masuk KSPN.
“Saya sudah cek tidak ada surat usulan itu. Saya juga bingung dari mana dapatkan informasi itu. Saya harapkan jangan gubernur dijadikan bulan-bulanan,” harap Pastika yang baru saja dilantik untuk masa jabatan keduanya.
Sementara Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Gede Pitana dalam kesempatan terpisah mengatakan, penetapan KSPN wilayah Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011.
Adanya keberatan beberapa pihak itu tidak harus ditanggapi dengan membatalkan penetapan kawasan Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya sebagai KSPN. karena perubahan atau amandemen peraturan perundangan memerlukan prosedur yang sudah baku.
KSPN bisa berbasis pada tema pengembangan pariwisata alam, budaya termasuk wisata religi dan spiritual sebagaimana KSPN Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya.
Besakih, selalu menebar kedamaian bagi masyarakat Pulau Dewata. Umat Hindu Bali meyakini di pura agung itulah para dewa-dewi bertahta dan turun ke mayapada membebaskan manusia dari musibah dan bencana.
Karena itu, kesucian dan kesakralan pura terbesar dan termegah di Pulau Dewata, senantiasa terjaga hingga sekarang.
Pura yang terletak di kaki Gunung Agung itu, wilayah Kabupaten Karangasem Bali timur, 80 km timur Denpasar itu selalu menjadi pusat kegiatan ritual umat Hindu, termasuk upacara “Betara Turun Kabeh” (dewata turun semua) yang digelar setiap tahun pada “purnama kedasa” (bulan purnama ke sepuluh).
Kharisma Besakih, tidak hanya dikagumi umat Hindu di Bali, namun juga wisatawan nusantara dan mancanegara. Mereka selalu menyempatkan diri untuk bertandang ke Besakih, jika berlibur Pulau Dewata.
Para peserta kontes kecantikan “Miss World” wanita terpilih dari 130 negara yang tengah berlangsung di Bali juga mendapat kesempatan mengunjungi Pura Besakih .
Pura yang terdiri atas beberapa kompleks bangunan suci yang menjadi satu-kesatuan itu tak terpisah itu, pondasinya konon dibangun oleh Rsi Markandeya dari India pada zaman pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (1007 Masehi).
Besakih tercatat dalam prasasti Purana dan lontar sebagai tempat beristananya para dewa. Besakih mempunyai fungsi paling penting diantara pura-pura lainnya di Pulau Dewata.
Peran dan fungsi yang sangat istimewa, antara lain sebagai Pura “Rwa Bhineda”, “Sad Kahyangan”, “Padma Bhuana” dan pusat dari segala kegiatan ritual keagamaan.
Pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (tahun 1007), hingga pemerintahan Raja-raja keturunan Sri Kresna Kepakisan (tahun 1444 dan 1454 Masehi) sangat menghormati Besakih.


2.3 Kajian Artikel Berdasarkan Jurnal Ilmiah
Perlu penjelasan lebih rinci tentang sebatas mana wilayah pura akan dijadikan kawasan pariwisata. Dilihat dari fungsinya menurut Prof. Drs. I Gusti Gde Ardana, salah satu fungsi pura adalah untuk Untuk lebih memantapkan dan memasyarakatkan konsepsi Tri Murti yang telah disepakati sebagai dasar keagamaan di Bali
Tri Murti tampak pula tercermin di Pura Besakih sebagai Pura Sad Kahyangan Bali. Di sini jelas tampak kehadiran tiga buah pura yang besar yang penempatannya berjajar tiga dari Utara ke Selatan. Pura yang paling selatan adalah Pura Kiduling Kreteg, sebagai stana Dewa Brahma. Pura Penataran Agung terletak di tengah stana Dewa Siwa dengan tiga kemahakuasaan yang disebut tri purusa yaitu Paramasiwa, Sadasiwa dan Siwa dan Pura Batu Madeg di sebelah Utara sebagai stana Dewa Wisnu. Stana pemujaan Dewa Siwa di Penataran Agung berbentuk Padma Tiga dan stana pemujaan Dewa Brahma dan Dewa Wisnu berbentuk Meru bertingkat sebelas. Apabila ketiga pura tersebut di atas; pura Kiduling Kreteg, Penataran Agung dan Batu Madeg ditambah dengan dua buah pura lagi yaitu Pura Gelap dan Pura Ulun Kulkul masing-masing sebagai penjaga arah mata angin Timur dan Barat maka lengkap lah penerapan konsep Catur Lokapala. Pura Gelap tempat memuja Dewa Iswara dan Pura Ulun Kulkul tempat memuja Dewa Mahadewa.
            Dijadikannya Pura Besakih sebagai KSPN tidak boleh merusak tatanan pura. Tatanan pura dibuat berdasarkan atas tatanan tata ruang adat-istiadat masyarakat Bali yang sudah ada sejak dulu. Aturan desa adat (awig-awig), menurut Prof. Drs. I Gusti Gde Ardana, awig-awig mempunyai kedudukan sebagai stabilisator yang mengatur kegiatan dan aspek kehidupan masyarakat. Tujuannya ialah agar suasana kehidupan desa menjadi tetap terpelihara secara serasi dan harmonis dengan ketertiban yang mantap. Apabila dengan penetapan Pura Basakih sebagai KSPN merubah tatanan pura, hal ini sudah jelas melanggar awig-awig masyarakat Bali. Secara langsung juga akan mengganggu kehidapan masyarakat Bali yang sudah serasi dan harmoni dengan tata ruang pura yang sekarang ini. Menurut I Ketut Adi Mastra, sebagai contoh konsep “apeneleng agung” dalam bhisama kesucian pura adalah suatu konstruksi (konsep yang absrak) yang lahir dari tingkat kesucian/keluhuran niat dari pendahulu orang Bali untuk menjaga keharmonisan. Hal ini menunjukkan bagaimana leluhur orang Bali sangat menginginkan terciptanya suatu keharmonisan dalam masyarakat Bali meskipun itu hanya dari segi tata ruang bangunan.
            Falsafah Arstektur Tradisional Bali merupakan penyeimbang, penyelaras, dan integrasi tiga unsur yang merupakan sumber kesejahteraan (Tri Hita Karana), yaitu (1) ke-Tuhanan (Parahyangan), (2) manusia sebagai pemakai (Pawongan), dan (3) lingkungan fisik (Palemahan). Konsepsi keselarasan manusia dengan arsitektur, antara arsitektur dengan lingkungan baik fisik alami maupun buatan termasuk dalam inti arsitektur, menurut I Gusti Bagus Oka. Selain mejaga keharmonisan antara manusia, arsitektur Bali juga menjaga keselarasan antara lingkungan dengan bangunan. Sehingga meskipun terdapat bangunan pura tidak akan merusak lingkungan. Sebaliknya jika tata ruang pura Besakih diubah maka akan berdampak pada lingkungan di sekitar pura.
            Susunan tata ruang pura tidak harus dirubah untuk menjadi suatu objek atau daya tarik wisata. I Ketut Adi Mastra, jikalau dipilah dalam suatu kajian holistiknya, yang terlibat dalam pedebatan mengenai kontruksi “apeneleng agung” ini ada 3 (tiga) kelompok dimana wisatawan dan usahawan (termasuk didalamnya investor) yang menikmati monument fisik ini (yang lahir dari monument maya) tergabung menjadi kelompok 1, sedangkan para penjabat pemerintah yang memperkasi aturan dalam suatu poses pembentukan/pengkaji nilai-nilai tak terukurmenjadi terukur adalah kelompok 2, pejabat inilah yang banyak peranannya dalam memprakarsai atau yang punya gagasan dalam suatu bentuk monument aktivitas , sedangkan para ilmuwan, seniman serta rohaniawan yang banyak berpegang pada sastra suci dan menguasai olah rasa, olah pikir maupun olah batinnya banyak beberperan dalam membidanginilai-nilai tak terukur (monument maya) menjadi nilai-nilai terukur (monument fisik). Tentunya dapat dipahami bilamana seorang wisatawan yang punya minat besar akan mempelajari secara intens nilai-nilai dari monument maya ini dan bahkan kemudian punya andil besar dalam mewujudkan monument maya, namun untuk kondisi seperti ini maka wisatawan yang bersangkutan sudah berpidah posisi sebagai seniman atau sebagai ilmuwan dalam kelompok 3 diatas. Dalam perdebatan pura Besakih sebagai KSPN perlu adanya komunikasi yang baik antara 3 (tiga) kelompok yang disebutkan di atas agar ada suatu solusi yang terbaik untuk menyelisaikan perdebatan ini.
            Selain itu, menurut I Ketut Adi Mastra, kekeliruan tersebut bukanlah menjadi bahan kajian dalam forum ini, namun yang lebih diharapkan dalam diskusi ini adalah apa makna yg telah/dapat kita petik dari diskusi ini, ada pun makna dari bhisama kesucian pura adalah:
            
1.      Mengayomi semua pikiran-pikiran yang luhur, niat baik, bertujuan demi kesejahteraan bersama, menjaga keberlangsungan alam (kontinuitas). Disini berarti boleh ditafsirkan apa saja, dengan satu landasan yakni niat baik nan luhur secara konsepsi bermakna langit yang mengayomi (suwung), bermakna jiwanya sebuah kehidupan.
2.      Apapun hasil terjemahan maupun tafsirnya, semua dijalankan secara berkelanjutan, tidak ragu-ragu, tidak berubah-ubah dan tidak terpengaruh oleh kondisi-kondisi lainnya (ekonomi, politik). Secara material dipercaya dan diyakini sebagai materi yang menetap serta konsisten isinya (bermakna badan-angga sarira).
3.      Pelaksanaannya, memberikan ruang gerak yang mengikuti hukum alam, ubi ditanam ubi jua dipetik. Cabe ditanam cabe jua dipetik. Tindakannya (Iakunya) tegas membimbing, mencerahkan serta mengadili.
Keberadaan pura juga merupakan suatu hal penting didalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang bahagia. Segala bentuk fisik pura merupakan hal yang bersifat berkelanjutan, baik itu dari segi social, budaya, ekonomi dan ekologi.
Memang jika dilihat dari penjelasan mengaenai kreteria suatu kawasan jadikan KSPN, pura Besakih merupakan kawasan yang tepat. Namun jika dilihat dari sisi social budaya sangat bertentangan apabila kawasan pura, terutana kawasan yang bersifat sacral dijadikan kawasan pariwisata. Dalam artikel juga disebutkan tanpa pariwisata kelestarian pura juga tidak akan terjaga. Hal ini juga ada benarnya karena pariwisata merupakan salah satu media yang ikut menjaga kelestarian pura Besakih dan membuat pura Besakih dikenal dunia.
Dengan dijadikannya Pura Besakih sebagai KSPN akan membuat banyak perubahan apabila tidak dilakukan kajian lebih mendalam akan batas-batasan yang boleh dijadikan kawasan pariwisata. Perubahan tata ruang dan yang lainnya akan berdampak langsung pada kebudayan masyarakat Bali meski dari segi dari sisi sosialnya tidak mengalami perubahan. Namun dengan merubah tatanan pura akan merubah awig-awig yang dibuat oleh para leluhur orang Bali. Sebaiknya dilakukan diskusi dari semua pihak yang terkait didalamnya.




































BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan di atas maka diperoleh kesimpulan bahwa Pura Besakih sebagai KSPN masih belum jelas, karena yang menjadi KSPN adalah kawasan Besakih dan Gunung Agung. Apabila Pura besakih masuk KSPN maka perlu adanya diskusi dari pihak pemangku kepentingan supaya tidak terjadik komplik mengenai kawasan pura yang dapat dijadikan sebagai objek atau daya tarik wisata.
3.2 Saran
Sebaiknya diadakan diskusi yang melibatkan semua pihak yang terkait dialam penetapan Pura Besakih sebagai KSPN.           
Supaya KSPN dapat berjalan dengan baik sebaiknya diadakan suatu kajian lebeih mendalam sehingga penerapannya dapat berjalan dengan baik.

























DAFTAR PUSTAKA

www.babadbali .com/pura/pura-kahyangan-tiga-1

ojs.unud.ac.id-index.php/natah/article/view/3023/2181


file.upi.idu/…/makalah_bali.



























LAMPIRAN

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara terbesar di asia tenggara dan banyak mempunyai potensi. Potensi tersebut meliputi sumber daya  alam, badaya, dan sumber daya manusia yang tersebar di 33 provinsi. Setiap daerah di Indonesia mempunyai petensinya tersendiri seperti Bali.
Pulau Bali atau yang akrab dipanggil dengan pulau seribu pura merupakan salah satu daerah tujuan wisata terpopuler di dunia. Keunikan budaya yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan, ditambah dengan keramahan masyarakatnya membuat wisatawan merasa nyaman berada di Bali. Selain itu, pulau Bali juga mempunyai keindahan alam yang tidak kalah dengan keunikan budayanya.
Wisatawan yang datang ke Bali akan dimanjakan dengan banyaknya objek dan daya tarik wisata. Masing-masing kabupaten di Bali punya ciri khasnya tersendiri seperti halnya kabupaten Karangasem yang berada di sebaelah timur pulau Bali. Kabupaten yang mempunyai banyak kisah-kisah sejarah dan banyak peninggal-peninggalan bersejarah. Salah satu peninggalan bersejarah yang sangat penting bagi kabupaten Karangasem dan juga bagi masyarakat Bali yang beragama Hindu yaitu pura Besakih.
Pura Besakih adalah pura terbesar di Bali dan berada tepat di sebelah selatan kaki gunung Agung. Pura yang juga dianggap “Mother of Tample” di Bali merupakan salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dan sekarang pura Besakih telah menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Namun hal ini juga menimbulkan komplik baru mengingat pura Besakih merupakan tempat suci bagi masyarakat Bali yang beragama Hindu.
1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah layak pura Besakih sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional?”
1.3              Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan pura Besakih sebagai Kawasan Strategi Pariwisata Nasional.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Pura Besakih
Pura Besakih adalah merupakan pura terbesar atau induk dari pura -pura yang ada di pulau dewata. Pura ini  terletak di desa Besakih, kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem. Letak Pura Besakih berada di lereng Barat Daya Gunung Agung pada ketinggian lebih kurang 1000 meter dari permukaan laut, dan berjarak sekitar kurang lebih 60 km ke arah timur laut dari kota Denpasar Bali. Pura Besakih ini bangun untuk kesucian umat manusia dan agama Hindu khususnya, Pura Besakih bermakna filosofis dan awal masuknya ajaran agama Hindu di Bali. Setiap tahunnya saat bulan purnama  upacara Galungan di adakan dengan meriah selama 1 bulan di Pura ini. Latar belakang pembangunan Pura Besakih yang berada di lereng Gunung Agung adalah sebagai tempat ibadah dan upacara menyembah Dewa, karena berdasarkan kepercayaan masyarakat di bali  dan umat hindu khususnya di puncak Gunung Agung terdapat Istana Para Dewata. Komplek Pura Besakih terdiri dari 1 Pura Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian dan 17 Pura Lainnya). Di Pura Basukian, di areal inilah pertama kalinya tempat diterimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Resi Markendya, cikal bakal Agama Hindu Dharma sekarang di Bali, sebagai pusatnya. Pura Besakih merupakan pusat dari kegiatan upacara di Bali. Sedangkan Pure terbesar yang ada di area komplek tersebut dinamakan Pura Penataran Agung, ada 3 arca yang terdapat di Pura Penataran Agung simbol dari sifat Tuhan Tri Murti, yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnudan Dewa Siwayang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur/Reinkarnasi.
 Di dalam lontar Padma Bhuana menyebutkan bahwa pura Besakih sebagai Huluning Bali Rajya. Pura Basukihan adalah hulunya Pura Puseh di desa pekraman, Pura Dalem Puri adalah hulunya Pura Dalem di desa pekraman, Pura Ulun Kulkul adalah hulunya Kulkul, dan Pura Banua adalah hulunya Jineng, linggihnya Dewi Sri. Pura Besakih juga berfungsi sebagai Pura Padma Bhuana, seperti Pura Gelap (Timur) untuk pemujaan dewa Iswara dan di Bali bagian timur adalah Pura Lempuyang, Pura Kiduling Kreteg (Selatan) untuk pemujaan dewa Brahma dan di Bali bagian selatan adalah Pura Andakasa, Pura Ulun Kulkul (Barat) untuk pemujaan dewa Mahadewa dan di Bali bagian barat adalah Pura Batukaru, dan Pura Batu Madeg (Utara) untuk pemujaan dewa Wisnu dan di Bali bagian utara adalah Pura Ulun Danu Beratan.
Pura Besakih menurut lontar Kusuma Dewa merupakan salah satu dari pura Sad Kahyangan yaitu Pura Lempuyang (Iswara), Pura Goa Lawah (Maheswara), Pura Batukaru (Mahadewa), Pura Pucak Mangu (Sangkara) dan Pura Besakih (Sambu). Di samping sebagai salah satu dari pura Sad Kahyangan, pura Besakih juga sebagai lambang alam bawah dan alam atas. Soring ambal-ambal terdapat pada Pura Persimpangan, Pura Manik Mas, Pura Bangun Sakti, Pura Goa Raja, Pura Rambut Sedana, Pura Basukihan, Pura Dalem Puri, Pura Jenggala, Pura Banua dan Pura Merajan Kanginan. Luhuring ambal-ambal terdapat pada Pura Penataran Agung Besakih, Pura Batu Madeg, Pura Gelap, Pura Kiduling Kreteg, Pura Ulun Kulkul, Pura Peninjoan, Pura Tirtha, Pura Pengubengan dan Pura Pasar Agung
Sebagai gambaran umum menurut cerita,Pura Besakih dibangun berdasarkan konsep keseimbangan kosmos, baik secara horisontal maupun vertikal antara alam bawah dan alam atas. Di dinding pura terdapat banyak pahatan pahatan  yang memiliki kisah, makna dan cerita tersendiri tentang cikal bakal sejarah ajaran Hindu dan  keberadaan pura pura tersebut. Pembangunan pura ini diawali dengan penanaman Panca Datu (lima jenis logam) yaitu perak, tembaga, besi, mas dan mirah pada sekitar abad ke-8 dengan nama Pura Basukihan oleh Resi Markandya. Kemudian dengan kedatangan para raja-raja dan para Resi maka Pura Basukihan semakin berkembang dan menjadi Pura Besakih yang sekarang. Pada sekitar abad ke-10 dan ke-11, Raja Kesari Warmadewa datang berkunjung ke Pura Basukihan dan mendirikan Pura Merajan Slonding. Menurut prasasti Batu Madeg, Mpu Beradah pada masa pemerintahan Raja Erlangga juga pernah datang ke Besakih. Selain itu, Raja Kresna Kepakisan dan raja-raja Gelgel juga menaruh perhatian terhadap pemujaan di Pura Besakih. Pada saat itu untuk pemeliharaan dan pengembangan serta pelaksanaan upacara di Pura Besakih berada di bawah pengurusan kerajaan Klungkung yang merupakan penguasa tertinggi.
Masyarakat desa sekitar Pura sebagian besar bermata pencarian  percocok tanam, berdagang dan menjadi pemandu wisata dengan tidak lupa menjalankan ibadah dan upacara yang telah diwariskan secara turun temurun dari keluarga mereka agar selalu bersyukur atas berkah yang telah diberikan oleh sang pencipta dewata yang Agung. Pada saat ini Pure Besakih ditetapkan oleh pemda Bali sebagai objek  ikon kepariwisataan di Bali  dan menjadi salah satu  daerah tujuan wisata  yang harus dikunjungi, dimana pengelolaan, pemeliharaan juga kebersihan Pure tersebut menjadi tanggung jawab Pemda Bali dan masyarakat sekitar
Bila kita menggunakan kendaraan bermotor, jarak tempuh menuju Pure Besakih ini memerlukan waktu kira-kira kurang lebih 90 menit perjalanan dari Denpasar Bali. Selama dalam perjalanan menuju ke pura Besakih ini, kita akan melihat indahnya panorama pemandangan alam  yang indah dan sejuk nya udara pegunungan. Tersedianya pelataran parkir yang luas untuk kendaraan bermotor, terdapat pasar yang menjual cindra mata khusus Bali juga ada public area terdiri dari pendopo toilet dan kamar mandi yang diperuntukan untuk umum Sesampai di Pura kita diwajibkan membayar tiket/karcis seharga Rp.12.000, lalu kita akan disambut oleh pemandu wisata yang sudah ada disana, dan bila kita ingin memasuki area komplek Pure, diwajibkan mengenakan kain dengan uang sewa Rp. 5000/potong.
Besakih tercatat dalam prasasti Purana dan lontar sebagai tempat beristananya para dewa. Besakih mempunyai fungsi paling penting diantara pura-pura lainnya di Pulau Dewata. Peran dan fungsi yang sangat istimewa, antara lain sebagai Pura “Rwa Bhineda”, “Sad Kahyangan”, “Padma Bhuana” dan pusat dari segala kegiatan ritual keagamaan. Pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (tahun 1007), hingga pemerintahan Raja-raja keturunan Sri Kresna Kepakisan (tahun 1444 dan 1454 Masehi) sangat menghormati Besakih.



2.2  PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL
TAHUN 2010 – 2025

Pasal 10 ayat 2
(2) KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b ditentukan dengan kriteria:
a. memiliki fungsi utama pariwisata atau potensi pengembangan pariwisata;
b. memiliki sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi Daya Tarik Wisata unggulan dan memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;
c. memiliki potensi pasar, baik skala nasional maupun khususnya internasional;
d. memiliki posisi dan peran potensial sebagai penggerak investasi;
e. memiliki lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan dan keutuhan wilayah;
f. memiliki fungsi dan peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;
g. memiliki fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya, termasuk di dalamnya aspek sejarah dan kepurbakalaan;
h. memiliki kesiapan dan dukungan masyarakat;
i. memiliki kekhususan dari wilayah;
j. berada di wilayah tujuan kunjungan pasar wisatawan utama dan pasar wisatawan potensial nasional; dan
k. memiliki potensi kecenderungan produk wisata masa depan.

(3) Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilaksanakan secara bertahap dengan kriteria prioritas memiliki:
a. komponen destinasi yang siap untuk

b. posisi dan peran efektif sebagai penarik investasi yang strategis;
c. posisi strategis sebagai simpul penggerak sistemik Pembangunan Kepariwisataan di wilayah sekitar baik dalam konteks regional maupun nasional;
d. potensi kecenderungan produk wisata masa depan;
e. kontribusi yang signifikan dan/atau prospek yang positif dalam menarik kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara dalam waktu yang relatif cepat;
f. citra yang sudah dikenal secara luas;
g. kontribusi terhadap pengembangan keragaman produk wisata di Indonesia; dan
h. keunggulan daya saing internasional.

Pasal 13
(1) Strategi untuk perencanaan Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a meliputi:
a. menyusun rencana induk dan rencana detail Pembangunan DPN dan KSPN; dan
b. menyusun regulasi tata bangunan dan tata lingkungan DPN dan KSPN.
(2) Strategi untuk penegakan regulasi Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilakukan melalui monitoring dan pengawasan oleh Pemerintah terhadap penerapan rencana detail DPN dan KSPN.
(3) Strategi untuk pengendalian implementasi rencana Pembangunan DPN dan KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dilakukan melalui peningkatan koordinasi antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha dan masyarakat.
(4) KSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Artikel
Pro Kontra Kawasan Besakih Jadi KSPN
PRO DAN KONTRA berbagai elemen masyarakat Bali kembali mencuat saat wilayah Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya di Kabupaten Karangasem, Bali, ditetapkan sebagai kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011.
Kawasan suci Pura Besakih sebelumnya sekitar tahun 2001 juga sempat diusulkan kepada Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) untuk menjadi warisan budaya dunia.
Akibat protes dan keberatan dari berbagai elemen masyarakat Pulau Dewata, agar kawasan suci Pura Besakih tidak “diotak-atik”, akhirnya usulan Pemerintah Provinsi Bali melalui Pemerintah pusat kepada badan dunia itu akhirnya dibatalkan.
Sebagai pengganti Pura Besakihnya akhirnya diusulkan subak kawasan Catur Angga Batukaru (Kabupaten Tabanan), kawasan Pura Taman Ayun (Badung), daerah airan sungai (DAS) Pakerisan (Gianyar) dan Pura Ulundanu Batur (Bangli) sebagai satu kesatuan yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia (WBD).
Penetapan Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya sebagai KSPN harus disikapi masyarakat dengan bijak sambil menunggu aturan yang jelas. “Jangan terlalu cepat menghakimi pemerintah karena memberlakukan KSPN Besakih, karena belum jelas zona mana saja yang akan masuk sebagai kawasan wisata nasional,” tutur Jero Mangku Subagia, seorang tokoh masyarakat Bali.
Jika zone kesakralan Pura Besakih dilanggar, umat Hindu tentu tidak tinggal diam dan pemerintah untuk itu tentu telah memperhitungkan secara cermat agar tidak merugikan umat.
Oleh sebab itu semua pihak perlu bersabar sebelum ada kejelasan tentang penetapan KSPN terhadap kawasan Besakih, ujar Mangku Subagia, yang juga pendiri Yayasan Siwa Murti yang khusus menggeluti kegiatan spiritual.
Demikian pula Agustika, seorang warga Banjar Kidulingkreteg Desa Besakih mengharapkan jika benar kawasan Besakih ditetapkan sebagai KSPN agar tidak sampai merusak tatanan di tempat suci umat Hindu terbesar di Pulau Dewata.
Pemuda yang sedang menyelesaikan pendidikan strata dua sastra Bali itu mengingatkan, apa pun yang dilakukan pemerintah terhadap kawasan Pura Besakih yang positif sebenarnya tidak masalah.
Masyarakat setempat selalu berusaha melestarikan segala potensi yang ada di Pura Besakih untuk kepentingan spiritual sekaligus mendukung sektor pariwisata.
Pelestarian Besakih dan kawasan sekitarnya memang tanggung jawab masyarakat Besakih, namun tanpa didukung oleh segnap pengunjung yang datang juga mustahil, karena pariwisata pasti memberikan dampak nyata untuk masyarakat setempat.
“Namun jangan sampai karena pariwisata kami menjadi korban bagi kepentingan segelintir orang,” harap Agustika.
Intrupsi KSPN Sidang Paripurna DPRD Bali yang mengagendakan jawaban Gubernur Bali Made Mangku Pastika terhadap pandangan umum Fraksi tentang Ranperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013, diwarnai interupsi anggota Dewan terkait Besakih dijadikan KSPN, Kamis (26/9).
Anggota Komisi I DPRD Bali Dewa Nyoman Rai menginterupsi soal kejelasan kawasan Besakih masuk KSPN. “Interupsi pimpinan. Mohon penjelasan soal kawasan Besakih masuk KNSP,” kata Dewa Rai.
Jawaban itu sangat penting jangan sampai polemik Besakih masuk KSPN menjerumuskan Gubernur Bali. Sebab bukan Pura Besakih tapi kawasan Besakih sebagai KSPN. Ini mohon diluruskan.
Pihaknya mendukung Besakih masuk KSPN bahkan mengusulkan agar Besakih menjadi kawasan pariwisata bertaraf internasional. “Saya usulkan Besakih menjadi kawasan pariwisata internasional bukan hanya nasional,” ujar politisi PDIP asal Kabupaten Buleleng.
Hal senada juga diungkapkan anggota komisi I Made Sumiati penetapan kawasan Besakih menjadi KSPN harus melakukan kajian mendalam. Karena pihaknya tidak sepakat Besakih dieksploitasi untuk pariwisata, meskipun Besakih sudah menjadi unsur daya tarik Wisata (UDTW).
“Kami di Kabupaten Karangasem sudah ada tatanan kawasan pariwisata. Kalau Besakih itu belum masuk kawasan pariwisata, baru sebatas UDTW. Jadi secara spiritual dan mengacu aturan yang ada, bukan Besakih untuk pariwisata, tapi pariwisata untuk Besakih. Ada ketentuan mana yang boleh-mana yang tidak,” ujar I Made Sumiati, asal pemilihan Kabupaten Karangasem.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika menjawab intrupsi anggota dewan itu menjelaskan, dari 88 KSPN di seluruh Indonesia ada 11 KSPN di Bali, salah satunya Besakih sebagaimana diatur dalam PP Nomor 50 tahun 2011.
Penetapan sebagai KSPN bukan kawasan Pura Besakih tetapi Besakih dan bentangan Gunung Agung. “Tidak ada kata-kata Pura Besakih, tapi kawasan Besakih dan bentangan Gunung Agung sehingga bisa diikembangkan kawasan pariwisata nasional.
Dalam pasal dan ayat yang ada di PP Nomor 50 Tahun 2011 disebutkan pengembangan KSPN harus memperhatikan kearifan lokal, lingkungan hidup dan daya dukung wilayah. Tidak ada yang mengancam sedikit pun kesucian pura dan kawasan suci tersebut.
Gubernur Pastika membantah usulan Besakih masuk KSPN merupakan usulan dari Pemerintah Provinsi Bali. Sesungguhnya tidak pernah gubernur mengusulkan Besakih masuk KSPN.
“Saya sudah cek tidak ada surat usulan itu. Saya juga bingung dari mana dapatkan informasi itu. Saya harapkan jangan gubernur dijadikan bulan-bulanan,” harap Pastika yang baru saja dilantik untuk masa jabatan keduanya.
Sementara Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Gede Pitana dalam kesempatan terpisah mengatakan, penetapan KSPN wilayah Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011.
Adanya keberatan beberapa pihak itu tidak harus ditanggapi dengan membatalkan penetapan kawasan Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya sebagai KSPN. karena perubahan atau amandemen peraturan perundangan memerlukan prosedur yang sudah baku.
KSPN bisa berbasis pada tema pengembangan pariwisata alam, budaya termasuk wisata religi dan spiritual sebagaimana KSPN Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya.
Besakih, selalu menebar kedamaian bagi masyarakat Pulau Dewata. Umat Hindu Bali meyakini di pura agung itulah para dewa-dewi bertahta dan turun ke mayapada membebaskan manusia dari musibah dan bencana.
Karena itu, kesucian dan kesakralan pura terbesar dan termegah di Pulau Dewata, senantiasa terjaga hingga sekarang.
Pura yang terletak di kaki Gunung Agung itu, wilayah Kabupaten Karangasem Bali timur, 80 km timur Denpasar itu selalu menjadi pusat kegiatan ritual umat Hindu, termasuk upacara “Betara Turun Kabeh” (dewata turun semua) yang digelar setiap tahun pada “purnama kedasa” (bulan purnama ke sepuluh).
Kharisma Besakih, tidak hanya dikagumi umat Hindu di Bali, namun juga wisatawan nusantara dan mancanegara. Mereka selalu menyempatkan diri untuk bertandang ke Besakih, jika berlibur Pulau Dewata.
Para peserta kontes kecantikan “Miss World” wanita terpilih dari 130 negara yang tengah berlangsung di Bali juga mendapat kesempatan mengunjungi Pura Besakih .
Pura yang terdiri atas beberapa kompleks bangunan suci yang menjadi satu-kesatuan itu tak terpisah itu, pondasinya konon dibangun oleh Rsi Markandeya dari India pada zaman pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (1007 Masehi).
Besakih tercatat dalam prasasti Purana dan lontar sebagai tempat beristananya para dewa. Besakih mempunyai fungsi paling penting diantara pura-pura lainnya di Pulau Dewata.
Peran dan fungsi yang sangat istimewa, antara lain sebagai Pura “Rwa Bhineda”, “Sad Kahyangan”, “Padma Bhuana” dan pusat dari segala kegiatan ritual keagamaan.
Pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (tahun 1007), hingga pemerintahan Raja-raja keturunan Sri Kresna Kepakisan (tahun 1444 dan 1454 Masehi) sangat menghormati Besakih.


2.3 Kajian Artikel Berdasarkan Jurnal Ilmiah
Perlu penjelasan lebih rinci tentang sebatas mana wilayah pura akan dijadikan kawasan pariwisata. Dilihat dari fungsinya menurut Prof. Drs. I Gusti Gde Ardana, salah satu fungsi pura adalah untuk Untuk lebih memantapkan dan memasyarakatkan konsepsi Tri Murti yang telah disepakati sebagai dasar keagamaan di Bali
Tri Murti tampak pula tercermin di Pura Besakih sebagai Pura Sad Kahyangan Bali. Di sini jelas tampak kehadiran tiga buah pura yang besar yang penempatannya berjajar tiga dari Utara ke Selatan. Pura yang paling selatan adalah Pura Kiduling Kreteg, sebagai stana Dewa Brahma. Pura Penataran Agung terletak di tengah stana Dewa Siwa dengan tiga kemahakuasaan yang disebut tri purusa yaitu Paramasiwa, Sadasiwa dan Siwa dan Pura Batu Madeg di sebelah Utara sebagai stana Dewa Wisnu. Stana pemujaan Dewa Siwa di Penataran Agung berbentuk Padma Tiga dan stana pemujaan Dewa Brahma dan Dewa Wisnu berbentuk Meru bertingkat sebelas. Apabila ketiga pura tersebut di atas; pura Kiduling Kreteg, Penataran Agung dan Batu Madeg ditambah dengan dua buah pura lagi yaitu Pura Gelap dan Pura Ulun Kulkul masing-masing sebagai penjaga arah mata angin Timur dan Barat maka lengkap lah penerapan konsep Catur Lokapala. Pura Gelap tempat memuja Dewa Iswara dan Pura Ulun Kulkul tempat memuja Dewa Mahadewa.
            Dijadikannya Pura Besakih sebagai KSPN tidak boleh merusak tatanan pura. Tatanan pura dibuat berdasarkan atas tatanan tata ruang adat-istiadat masyarakat Bali yang sudah ada sejak dulu. Aturan desa adat (awig-awig), menurut Prof. Drs. I Gusti Gde Ardana, awig-awig mempunyai kedudukan sebagai stabilisator yang mengatur kegiatan dan aspek kehidupan masyarakat. Tujuannya ialah agar suasana kehidupan desa menjadi tetap terpelihara secara serasi dan harmonis dengan ketertiban yang mantap. Apabila dengan penetapan Pura Basakih sebagai KSPN merubah tatanan pura, hal ini sudah jelas melanggar awig-awig masyarakat Bali. Secara langsung juga akan mengganggu kehidapan masyarakat Bali yang sudah serasi dan harmoni dengan tata ruang pura yang sekarang ini. Menurut I Ketut Adi Mastra, sebagai contoh konsep “apeneleng agung” dalam bhisama kesucian pura adalah suatu konstruksi (konsep yang absrak) yang lahir dari tingkat kesucian/keluhuran niat dari pendahulu orang Bali untuk menjaga keharmonisan. Hal ini menunjukkan bagaimana leluhur orang Bali sangat menginginkan terciptanya suatu keharmonisan dalam masyarakat Bali meskipun itu hanya dari segi tata ruang bangunan.
            Falsafah Arstektur Tradisional Bali merupakan penyeimbang, penyelaras, dan integrasi tiga unsur yang merupakan sumber kesejahteraan (Tri Hita Karana), yaitu (1) ke-Tuhanan (Parahyangan), (2) manusia sebagai pemakai (Pawongan), dan (3) lingkungan fisik (Palemahan). Konsepsi keselarasan manusia dengan arsitektur, antara arsitektur dengan lingkungan baik fisik alami maupun buatan termasuk dalam inti arsitektur, menurut I Gusti Bagus Oka. Selain mejaga keharmonisan antara manusia, arsitektur Bali juga menjaga keselarasan antara lingkungan dengan bangunan. Sehingga meskipun terdapat bangunan pura tidak akan merusak lingkungan. Sebaliknya jika tata ruang pura Besakih diubah maka akan berdampak pada lingkungan di sekitar pura.
            Susunan tata ruang pura tidak harus dirubah untuk menjadi suatu objek atau daya tarik wisata. I Ketut Adi Mastra, jikalau dipilah dalam suatu kajian holistiknya, yang terlibat dalam pedebatan mengenai kontruksi “apeneleng agung” ini ada 3 (tiga) kelompok dimana wisatawan dan usahawan (termasuk didalamnya investor) yang menikmati monument fisik ini (yang lahir dari monument maya) tergabung menjadi kelompok 1, sedangkan para penjabat pemerintah yang memperkasi aturan dalam suatu poses pembentukan/pengkaji nilai-nilai tak terukurmenjadi terukur adalah kelompok 2, pejabat inilah yang banyak peranannya dalam memprakarsai atau yang punya gagasan dalam suatu bentuk monument aktivitas , sedangkan para ilmuwan, seniman serta rohaniawan yang banyak berpegang pada sastra suci dan menguasai olah rasa, olah pikir maupun olah batinnya banyak beberperan dalam membidanginilai-nilai tak terukur (monument maya) menjadi nilai-nilai terukur (monument fisik). Tentunya dapat dipahami bilamana seorang wisatawan yang punya minat besar akan mempelajari secara intens nilai-nilai dari monument maya ini dan bahkan kemudian punya andil besar dalam mewujudkan monument maya, namun untuk kondisi seperti ini maka wisatawan yang bersangkutan sudah berpidah posisi sebagai seniman atau sebagai ilmuwan dalam kelompok 3 diatas. Dalam perdebatan pura Besakih sebagai KSPN perlu adanya komunikasi yang baik antara 3 (tiga) kelompok yang disebutkan di atas agar ada suatu solusi yang terbaik untuk menyelisaikan perdebatan ini.
            Selain itu, menurut I Ketut Adi Mastra, kekeliruan tersebut bukanlah menjadi bahan kajian dalam forum ini, namun yang lebih diharapkan dalam diskusi ini adalah apa makna yg telah/dapat kita petik dari diskusi ini, ada pun makna dari bhisama kesucian pura adalah:
            
1.      Mengayomi semua pikiran-pikiran yang luhur, niat baik, bertujuan demi kesejahteraan bersama, menjaga keberlangsungan alam (kontinuitas). Disini berarti boleh ditafsirkan apa saja, dengan satu landasan yakni niat baik nan luhur secara konsepsi bermakna langit yang mengayomi (suwung), bermakna jiwanya sebuah kehidupan.
2.      Apapun hasil terjemahan maupun tafsirnya, semua dijalankan secara berkelanjutan, tidak ragu-ragu, tidak berubah-ubah dan tidak terpengaruh oleh kondisi-kondisi lainnya (ekonomi, politik). Secara material dipercaya dan diyakini sebagai materi yang menetap serta konsisten isinya (bermakna badan-angga sarira).
3.      Pelaksanaannya, memberikan ruang gerak yang mengikuti hukum alam, ubi ditanam ubi jua dipetik. Cabe ditanam cabe jua dipetik. Tindakannya (Iakunya) tegas membimbing, mencerahkan serta mengadili.
Keberadaan pura juga merupakan suatu hal penting didalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang bahagia. Segala bentuk fisik pura merupakan hal yang bersifat berkelanjutan, baik itu dari segi social, budaya, ekonomi dan ekologi.
Memang jika dilihat dari penjelasan mengaenai kreteria suatu kawasan jadikan KSPN, pura Besakih merupakan kawasan yang tepat. Namun jika dilihat dari sisi social budaya sangat bertentangan apabila kawasan pura, terutana kawasan yang bersifat sacral dijadikan kawasan pariwisata. Dalam artikel juga disebutkan tanpa pariwisata kelestarian pura juga tidak akan terjaga. Hal ini juga ada benarnya karena pariwisata merupakan salah satu media yang ikut menjaga kelestarian pura Besakih dan membuat pura Besakih dikenal dunia.
Dengan dijadikannya Pura Besakih sebagai KSPN akan membuat banyak perubahan apabila tidak dilakukan kajian lebih mendalam akan batas-batasan yang boleh dijadikan kawasan pariwisata. Perubahan tata ruang dan yang lainnya akan berdampak langsung pada kebudayan masyarakat Bali meski dari segi dari sisi sosialnya tidak mengalami perubahan. Namun dengan merubah tatanan pura akan merubah awig-awig yang dibuat oleh para leluhur orang Bali. Sebaiknya dilakukan diskusi dari semua pihak yang terkait didalamnya.




































BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan di atas maka diperoleh kesimpulan bahwa Pura Besakih sebagai KSPN masih belum jelas, karena yang menjadi KSPN adalah kawasan Besakih dan Gunung Agung. Apabila Pura besakih masuk KSPN maka perlu adanya diskusi dari pihak pemangku kepentingan supaya tidak terjadik komplik mengenai kawasan pura yang dapat dijadikan sebagai objek atau daya tarik wisata.
3.2 Saran
Sebaiknya diadakan diskusi yang melibatkan semua pihak yang terkait dialam penetapan Pura Besakih sebagai KSPN.           
Supaya KSPN dapat berjalan dengan baik sebaiknya diadakan suatu kajian lebeih mendalam sehingga penerapannya dapat berjalan dengan baik.

























DAFTAR PUSTAKA

www.babadbali .com/pura/pura-kahyangan-tiga-1

ojs.unud.ac.id-index.php/natah/article/view/3023/2181


file.upi.idu/…/makalah_bali.



























LAMPIRAN







Tidak ada komentar:

Posting Komentar